Rencana merger alias penggabungan dua raksasa perusahaan teknologi transportasi Grab dan Gojek kembali berhembus kencang. Sebelumnya kabar ini pernah ramai pada awal tahun lalu saat pendiri Gojek Nadim Makarim mundur dan diangkat menjadi Menteri Pendidikan.
Pada 25 Februari lalu, Tech in Asia mengutip The Information menyebut dua pesaing ini memang masih belum bisa untuk merger. Namun jika bersatu maka hal ini akan sangat menguntungkan.
Tech in Asia menghitung jika memang kedua perusahaan ini merger maka bisa menghasilkan omzet hingga US$ 16,7 miliar atau setara dengan Rp 240 triliun per tahun. Valuasinya bahkan mencapai US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 pada 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, kabarnya masih banyak yang harus dibahas lebih lanjut seperti valuasi perusahaan dan lain-lain.
Selain itu, menurut sumber tersebut, Grab sudah melaporkan ke para investornya jika Gojek minta 50% kepemilikan saham di perusahaan baru hasil 'perkawinan'. Sementara Grab ingin menguasai penuh perusahaan baru ini.
Akan tetapi, melihat sepak terjangnya, kompetisi Grab dan Gojek ini sangat sengit. Kedua operator transportasi online raksasa itu tak segan-segan bakar duit demi memberi subsidi dan promosi kepada pelanggan. Walaupun diprediksi menguntungkan, Manajemen Gojek kala itu membantah kabar merger tersebut.
"Tidak ada rencana merger, dan pemberitaan yang beredar di media terkait hal tersebut tidak akurat," kata Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek.
Baca juga: 4 Fakta Heboh Grab 'Kawin' dengan Gojek |
(kil/eds)