Beban Utang RI Ada Warisan 1998, Generasi Sekarang Harus Tanggung

Beban Utang RI Ada Warisan 1998, Generasi Sekarang Harus Tanggung

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Minggu, 20 Sep 2020 07:31 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Indonesia saat ini masih memiliki utang untuk pembiayaan negara. Saat ini pemerintah menerbitkan utang-utang tersebut untuk menambal defisit anggaran yang terjadi karena adanya desain ulang untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Namun utang-utang yang ada saat ini juga disebut warisan sejak krisis 1998 lalu. Hingga kini, generasi sekarang juga masih harus menanggung beban utang tersebut.

Bagaimana sebenarnya utang tersebut bisa dilunasi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan akibatnya terjadi pelebaran defisit pada pembiayaan negara.

"Kalau defisit artinya pemerintah menerbitkan utang, defisit itu memang dibiayai penerbitan utang pemerintah," kata Suahasil dalam diskusi virtual, Sabtu (19/9/2020).

ADVERTISEMENT

Dia mengungkapkan, memang ada pilihan untuk pemerintah agar tidak menarik utang. Namun ada konsekuensi belanja yang menurun. Pemerintah sudah berbicara dengan Bank Indonesia (BI) dan DPR terkait utang tersebut.

"Jadi kalau kayak gitu yang bayar siapa pak? Yang bayar utang ya teman-teman semua. Adalah kita semua, Anda yang bekerja di masa depan membayar pajak dari gaji, dari perusahaan. Pajak dikumpulkan untuk membayar utang. Semua kita yang bayar," ujar dia.

Sebelumnya memang utang pemerintah dinilai membengkak dan dinilai ugal-ugalan. Pemerintah dinilai teledor mengelola APBN termasuk kebijakan utang untuk penanganan Corona.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik Rachbini mengatakan situasi saat ini adalah utang membengkak, sedangkan pandemi COVID-19 meningkat.

Dia menyoroti jumlah utang di zaman pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hingga akhir Mei 2020 mencapai Rp 5.258,57 triliun. Utang tersebut dinilai 300% dari anggaran presiden era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan 20 kali lipat dari anggaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

"Ini utang yang ugal-ugalan. Utangnya menggunung, COVID-nya terus meningkat. Jadi jumlah penerbitan utang zaman presiden Jokowi tiga kali lipat. Utang tersebut 300% dari anggaran total SBY, itu sama dengan 20 x lipat anggaran Nadiem Makarim," kata Didik dalam webinar bertajuk 'Politik APBN dan Masa Depan Ekonomi.

Warisan 98

Suahasil mengungkapkan masyarakat Indonesia juga harus mengawasi utang-utang yang ditarik oleh pemerintah.

"Sekarang Anda harus ikut mengawasi itu jadi tanggung jawab kita semua. (Utang) dipakai untuk program keluarga harapan (PKH) subsidi bunga dan untuk bantuan padat karya," ujar Suahasil.

Dia menyebut memang generasi sekarang masih memiliki tanggung jawab untuk membayarkan utang-utang yang dilakukan saat krisis 1998.

"Generasi sekarang ini, teman-teman semua yang masih bekerja masih punya tanggung jawab membayar utang yang dibuat oleh senior-senior kita saat krisis 1998. Ini belum selesai dan menjadi tanggung jawab sejarah," katanya.



Simak Video "Video: Kala Sri Mulyani Ungkap Surat Utang Negara Laku Keras di Tengah IHSG Anjlok"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads