Dalam esai yang diterbitkan pada bulan Maret, secara luas dikaitkan dengan Ren, penulis mengecam tindakan keras partai terhadap kebebasan pers dan intoleransi perbedaan pendapat. Meskipun esai itu tidak menyebut nama Xi, namun esai itu secara tidak langsung menyebut pemimpin tertinggi negara itu sebagai "badut" yang haus kekuasaan.
"Saya tidak melihat seorang kaisar berdiri di sana memamerkan 'pakaian barunya', tetapi seorang badut yang menanggalkan pakaiannya dan bersikeras untuk terus menjadi seorang kaisar," kata Ren menulis tentang pidato Xi kepada 170.000 pejabat di seluruh negeri pada konferensi video massal tentang langkah-langkah pengendalian epidemi pada 23 Februari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Esai tersebut selanjutnya menuduh Partai Komunis menempatkan kepentingannya sendiri di atas keselamatan rakyat China untuk mengamankan kekuasaannya.
"Tanpa sebuah media yang mewakili kepentingan rakyat dengan mempublikasikan fakta-fakta aktual, kehidupan masyarakat dirusak oleh virus dan penyakit utama sistem," tulis Ren.
Segera setelah esai itu dipublikasikan secara online, Ren menghilang, dan kerabat khawatir dia telah ditahan. Pihak berwenang mengkonfirmasi bahwa Ren sedang diselidiki atas tuduhan terkait korupsi pada awal April, dan mengusir anggota lama dari Partai Komunis pada Juli.
Ini bukan pertama kalinya Ren bertentangan dengan kepemimpinan Tiongkok karena mengutarakan pikirannya.
Pada 2016, dia didisiplinkan setelah mempertanyakan tuntutan Xi di media sosial bahwa media pemerintah China harus tetap setia sepenuhnya kepada partai tersebut. Dia menjalani masa percobaan satu tahun untuk keanggotaan partainya dan akunnya yang sangat populer di Weibo, platform mirip Twitter China, ditutup.
Kali ini, tampaknya tidak ada kesempatan kedua untuk Ren. Jika dia menjalani hukuman penuh, dia akan berusia 80-an akhir pada saat dia dibebaskan.
Simak Video "Video Trump Bilang Sudah Punya Pembeli TikTok, Siapa?"
[Gambas:Video 20detik]
(toy/dna)