Menurutnya, pada kuartal III-2020, perekonomian Indonesia kemungkinan akan minus 2,9% hingga minus 1,1%. Bahkan, pertumbuhan minus ini diramal berlanjut ke kuartal IV-2020 nanti. Dengan kondisi ini, tidak menutup kemungkinan, Indonesia bakal masuk jurang resesi.
Selanjutnya, Sri Mulyani juga berbicara soal soal kondisi ekonomi RI selama ini sebelum dan sesudah diserang COVID-19 hingga proyeksinya sampai akhir tahun nanti. Berikut penyataan lengkapnya:
Untuk outlook global dari IMF tidak ada perubahan karena masih Juni lalu, di tahun ini global ekonomi kontraksi dekati 5% yakni 4,9%.
World Bank juga masih sama outlook dari proyeksi ekonomi dunia -5,2%. Hanya OECD yang melakukan revisi September ini dengan menyampaikan, Global Economic Outlook untuk 2020 adalah -4,5% lebih baik dari proyeksi OECD Juni, kontraksi ekonomi dunia bisa capai -6 sampai -7,6%.
Untuk tahun depan semua lembaga internasional prediksi pemulihan ekonomi dunia pada kisaran antara 4-5%. Ini tentu sebagai konsekuensi dari tahun ini yang menurun tapi saat bersamaan, juga asumsi kondisi COVID-19 tetap terjaga atau dikelola dan mulai tersedianya vaksin yang sebabkan kondisi kegiatan ekonomi bisa lebih ditingkatkan.
Juga tentu stimulus oleh semua negara diharapkan bisa berikan dampak dari minimalnya penurunan ekonomi atau menguatnya pemulihan ekonomi tahun depan.
COVID-19 berikan tekanan ke semua negara dan semua negara melakukan countercyclical melalui fiskal dan moneter dan regulasi lain. Di seluruh dunia dampaknya sangat besar dari kenaikan defisit seluruh negara.
Kurva atas gambarkan gimana pertumbuhan pada kuartal II-2020 di semua negara yg kontraksi dalam. Indonesia di -5,3% tapi semua negara alami kontraksi dalam. Rusia -8,5%, Hongkong 9%, AS 9,5%, Jepang 9,9%, Jerman 11,7%.
Semua negara ASEAN 5 double digit, kontraksi Thailand 12,2%, Singapura 13,2%, Filipina bahkan 16,5% dan Malaysia 17,1%.
Ini gambaran kuartal II-2020 merupakan kuartal yang sangat berat bagi semua ekonomi. Negara Eropa bahkan kontraksi atas 20%. UK, Spanyol, Prancis dan kemudian negara seperti India yang mengagetkan, kuartal II-2020 kontaksinya dekati 24%. Sangat Dalam.
Di sisi lain, kuartal III-2020 forecast mereka juga masih belum capai zona positif meskipun kalau kita lihat oranye, mereka dalam posisi sangat kontraksi dalam. Technically, semua negara sudah masuk resesi bahkan sebelum kuartal II-2020 negatif, seperti negara Eropa, Italia, Prancis.
Jadi kalau kuartal III-2020 negatif berarti 3 kuartal berturut-turut alami kontraksi.
Negara ASEAN sekitar kita Malaysia, Filipina di kuartal III-2020 juga alami tekanan kontraksi cukup dalam.
Di sisi lain, countercyclical dengan stimulus, menyebabkan defisit APBN di negara-negara tersebut mengalami pelebaran defisit dan tentunya dengan demikian, kenaikan utang pemerintah terhadap GDP akan meningkat. Kenaikan di atas 10%.
Di negara maju mampu defisit di atas 10%, Spanyol 11,5%, UK 13,8%, Prancis 11,4%. Ini semua dalam kurun waktu kurang 1 tahun, defisit melonjak di atas 10%, double digit yang akan tingkatkan eksposure utang mereka.
Negara lain dengan defisit relatif kecil tapi tetap dalam. India defisit 7,2%, itupun masih alami kontraksi ekonomi hingga 23,9%, Meksiko defisit 5% kontraksinya 18,9%, kuartal III-2020 masih akan double digit 11,5%.
Negara di ASEAN kita Malaysia dengan defisit mencapai 6,5% dan tadi pertumbuhan ekonomi di 17% dan kuartal depan masih negatif 4,5%.
Thailand defisit 6%, dari tadi 2,8% dan tadi saya sampaikan kontraksi ekonomi 12,2% dan kuartal III-2020 diprediksi kontraksi 9,4%.
Indonesia juga alami pelebaran defisit ke 6,3% dari tadinya ada di 1,76% dan defisit kita dengan 6,3%, kuartal II-2020 kontraksi 5,3%. Nanti kuartal III-2020 forecast-nya saya sampaikan.
APBN semua negara alami tekanan luar biasa berat. Karena mereka melakukan upaya countercyclical pada saat penerimaan perpajakan mereka menurun karena kondisi ekonomi sedang alami tekanan sangat berat.
Meski demikian, kita lihat ada harapan. Juli, Agustus, September beberapa perkembangan mulai terjadi pemulihan. Salah satunya PMI. Sebagai indikator dari kegiatan di sektor manufaktur, semua negara alami titik balik pada sekitar Mei dan Juni dan mulai terjadi pemulihan di sektor manufakturnya.
Indonesia bahkan Agustus PMI kita sudah tembus di atas 50%. Berarti sudah ada ekspansi di sektor manufaktur. Yakni di 50,8%.
Negara-negara ASEAN di sektiar kita juga sudah membaik meski belum sempat tembus angka di atas 50%. Malaysia, Filipina, Thailand kontraksi ekonomi dalam dan kuartal III-2020 diperkirakan masih dalam.
Sedangkan negara maju sudah ekspansi sektor manufaktur kecuali Jepang yang masih di bawah 50%. Jadi kita ada harapan bahwa ada pemulihan dari kegiatan manufaktur dan itu yang menimbulkan harapan, kondisi ekonomi kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 paling tidak akan lebih baik dari kuartal II-2020 yang merupakan shock sangat dalam akibat deklarasi pandemi pada maret.
Ini pun mulai terlihat di beberapa harga komoditas. Minyak sudah di kisaran atas 40. Ini lebih tinggi dari asumsi yang kita lihat dari Perpres 76, perkirakan harga minyak di pertengahan 30 yakni 35-36. Namun, ini masih akan mengalami beberapa ketidakpastian. Kita lihat gerakan harga minyak masih labil meski beberapa minggu terakhir di atas 40.
Komoditas yang tunjukkan perbaikan lain, emas, jadi safe haven di tengah ketidakpastian sehingga ada lonjakan terutama Agustus dan bertahan tinggi di September.
Harga melonjak yakni LNG seiring kenaikan harga minyak sampai Agustus kemudian turun tajam September. Harga tembaga juga naik sudah di atas 100 kalau gunakan titik nolnya pada Januari dengan angka 100.
CPO sudah merangkak dekati 100 setelah tekanan luar biasa pada Mei dan Juni. Perbaikan di harga CPO baru terlihat pada sekitar akhir Agustus atau September.
Batubara masih belum tunjukkan pemulihan. Dia tetap posisi shock yakni sejak Mei dan belum ada menunjukkan tanda pemulihan harga yang cukup stabil.
Untuk Indonesia, komoditas batubara masih tekanan, CPO membaik, sedangkan minyak dan LNG perbaikan meski masih cukup labil.
Berbagai institusi yang forecast terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum ada update namun kira-kira mereka rata-rata memproyeksikan ekonomi Indonesia 2020 semuanya zona negatif kecuali World Bank yang masih posisi 0, OECD -3,3% tahun ini, lebih baik dari sebelumnya -3,9 sampai -2,8%. ADB melakukan forecast September ini Indonesia -1%. Bloomberg median view juga masih -1 untuk 2020. IMF di -0,3% dan World Bank 0%.
Kementerian Keuangan alami revisi forecast pada September ini, yang sebelumnya perkirakan untuk tahun ini adalah -1,1 hingga 0,2%. Forecast terbaru kita pada September untuk 2020 adalah -1,7 sampai -0,6%. Ini artinya negatif teritory kemungkinan terjadi pada kuartal III-2020 dan mungkin juga masih berlangsung untuk kuartal IV-2020 yang kita upayakan bisa dekat 0 atau positif.
Tahun depan, kita gunakan sesuai RUU APBN 2021 yakni 4,5-5,5% dengan forecast titik di 5,0.% Bagi institusi lain, rata-rata berkisar antara 5-6%. OECD tahun depan prediksi 5,3%, ADB sama 5,3%, Bloomberg median view 5,4%, IMF 6,1% dan World Bank 4,8%.
Semua forecast ini subject to atau tergantung pada perkembangan COVID-19 dan bagaimana ini pengaruhi aktivitas ekonomi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan di kuartal III-2020 dan outlook 2020. Kuartal III-2020 konsumsi rumah tangga diperkirakan masih zona kontraksi -3 hingga -1,5%. Dengan total outlook 2020 konsumsi kita berarti pada kisaran -2,1 hingga -1%.
Untuk konsumsi pemerintah di kuartal III-2020 karena akselerasi belanja luar biasa alami positif tinggi yakni 9,8 hingga 17%. Dan untuk keseluruhan tahun antara 0,6 hingga 4,8%. Jadi pemerintah sudah melakukan all out melalui kebijakan belanja atau ekspansi fiskalnya sebagai cara countercyclical.
Namun dari investasi kita melihat outlook 2020 kuartal III-2020 juga masih dalam posisi berat yakni -8,5 sampai -6,6%. Untuk keseluruhan tahun investasi atau PMTB masih diperkirakan dalam zona negatif -5,6 sampai -4,4%.
Ekspor kita yang pada September juga masih negatif meski lebih landai, namun kita melihat keseluruhan kuartal III-2020 masih range -13,9 hingga -8,7%. Keseluruhan tahun untuk ekspor masih kontraksi antara -9 hingga -5,5%.
Impor sering berkaitan dengan kegiatan manufaktur karena bahan baku dan barang modal masih sebagian diimpor, menunjukkan tekanan kontraksi sangat dalam di kuartal III-2020 -26,8 hingga -16%. Untuk keseluruhan tahun impor kita kontraksinya lebih dalam dari ekspor yakni -17,2 hingga -11,7%.
Oleh karena itu, neraca pembayaran terutama neraca dagang memang alami surplus tapi akibat kontraksi impor yang jauh lebih dalam dibandingkan kontrakasi ekspor. Belum menunjukkan pemulihan yang masih sangat rapuh.
Meski PMI sudah di atas 50, kita masih harus berhati-hati melihat perkembangan dari perekonomian kita di kuartal III-2020 yang tinggal beberapa minggu dan di kuartal IV-2020.
Untuk keseluruhan tahun 2020, proyeksi kami di antara -1,7 sampai -0,6%. Kalau kita lihat kontribusi negatif dua-duanya ini, terbesar adalah dari investasi, konsumsi dan ekspor.
Dengan kondisi ekonomi ini, beberapa faktor yang perlu didorong terus namun tetap kehati-hatian akibat COVID-19 yang pada saat ini mulai tunjukkan peningkatan di beberapa daerah.
Mobilitas masyarakat yang tunjukkan perbaikan sejak terjadinya penutupan atau PSBB ketat pada April, kita menunjukkan masih terlihat momentum terutama mobilitas di tempat tempat yang merupakan tempat memenuhi kebutuhan masyarakat. Yaitu ritel, grocery dan farmasi bahkan sudah positif.
Di beberapa tempat umum taman dan rekreasi mulai tunjukkan perbaikan. Ini dilemanya, jangan sampai kegiatan masyarakat di tempat umum ini menjadi tempat untuk terjadinya penyebaran COVID-19.
Sementara beberapa tempat umum seperti transportasi station, tempat kerja, masih menunjukkan perubahan atau penurunan dari mobilitas yang belum berubah signifikan sejak Juni. Artinya kegiatan mobilitas masyarakat sejak kontrakasi dalam pada April-Mei, sedikit membaik tapi tidak tunjukkan dekati zona nol atau cukup dalam.
Di tempat kerja kontraksinya bahkan 21,7%, tempat stasiun umum -34,1%. Ini memang masy masih menghindar dan WFH.
Untuk kegiatan tempat residential area, tetap positif. Artinya sebagian besar masyarakat di rumah. Ini salah satu indikator apakah pemulihan ekonomi tetap bisa dijaga karena dengan mobilitas, ada korelasi dengan kegiatan ekonomi.
Confidence konsumen dan confidence ke ekonomi saat ini menunjukkan perbaikan sejak Mei-Juni tapi belum tembus 100 yakni angka di mana adanya confidence yang optimistis. Artinya ada kehati-hatian dari sisi masyarakat dan pelaku ekonomi melihat perkembangan yang positif, namun belum sampai level cukup kuat.
Ini harus dijaga secara hati hati. Ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi sedikit tunjukkan pelemahan pada Agustus. Sisi kredit perbankan hanya tumbuh 1,4% dan konsumsi 1,5%, ini jadi salah satu penyebab bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mungkin hanya didorong oleh belanja pemerintah. Sektor perbankan, investasi dan konsumsi masyarakat harus segera dikembalikan karena mereka motor pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih sustain.
Indikator konsumsi listrik kita meski terjadi positive growth sejak Juni-Juli dan berlangsung Agustus. Yakni 3,3% positif, 4,8% untuk Juni, Juli dan 1,1% di Agustus. Tapi hati-hati kurva merah atas mtm Juni, Juli, Agustus ada di dalam zona positif, namun ada tanda tanda menuju ke flat mendekati 0. Ini harus dijaga.
Year on year (YoY) juga terlihat. Sesudah Juni rebound cukup kuat yaitu konsumsi listrik tadinya kontraksi 10,7% pada Mei, rebound ke Juni yoy 5,4%. Namun Juli dan Agustus rebound itu kemudian flat lagi. bahkan Juli-Agustus year on year masih di level kontraksi meski Agustus kecil. Juli -2% dan Agustus -0,3%.
Untuk industri, terlihat bahwa month to month masih positif terutama rebound kuat dari Mei ke Juni. Tapi kalau dilihat year on year, maka growth dari konsumsi di bidang industri pada Juli dan Agustus masih teritori negatif. Ini disebutkan, indikator PMI sudah positif, namun indikator pendukung lain masih tunjukkan pemulihan masih dini dan rapuh. Ini harus dijaga bersama.
Penjualan mobil penumpang, niaga dan sepeda motor juga tunjukkan pembalikan tapi dari year on year masih zona negatif double digit dalam. Kalau Mei kontraksinya sampai dekati 100%, sekarang masih kontraksi di 44% untuk sepeda motor, mobil niaga 51%, mobil penumpang kontraksi 74,5%.
Indeks penjualan riil juga kontraksi -10%. Indeks perdagangan besar sudah level positif tapi flattening pada Mei, artinya tidak ada pick-up yang kuat atau rebound kuat.