Tarif Meterai Jadi Rp 10.000, Kemenkeu: Sudah 20 Tahun Tak Naik

Tarif Meterai Jadi Rp 10.000, Kemenkeu: Sudah 20 Tahun Tak Naik

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 30 Sep 2020 15:43 WIB
Polisi memperlihatkan meterai palsu
Ilustrasi meterai (Foto: Masnurdiansyah)
Jakarta -

Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai telah disahkan DPR RI menjadi Undang-undang (RUU) dalam sidang paripurna kemarin, Selasa (29/9). Dalam UU baru itu, tarif bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 dihapus, dan dijadikan tarif tunggal Rp 10.000.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengungkapkan, salah satu alasan pemerintah menaikkan tarif meterai karena sudah 20 tahun lamanya tarif tak naik.

Aturan ini sendiri akan mulai berlaku pada awal 2021. Komisi XI DPR dan Kementerian Keuangan telah sepakat RUU Bea Meterai disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna. RUU Bea Meterai inilah yang mengatur berubahnya tarif bea meterai yang tadinya Rp 3.000 dan Rp 6.000 menjadi Rp 10.000 saja serta memiliki cakupan yang lebih luas objek pengenaannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kedua, kenapa kita perlu mengubah UU bea meterai, karena tarifnya sudah 20 tahun tidak naik. Ini yang menjadi urgensi, dasar, alasan pada waktu kita mengusulkan untuk mengubah bea meterai," terang Suryo dalam briefing Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara virtual, Rabu (30/9/2020).

Suryo menjelaskan, ketika UU Bea Meterai pertama disahkan yakni tahun 1985, tarif yang berlaku ialah Rp 500 dan Rp 1.000. Lalu, di tahun 2000 atau 15 tahun setelahnya baru dinaikkan menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.

ADVERTISEMENT

"Nah menyesuaikan perkembangan zaman, Rp 500 bergerak jadi Rp 3.000, dan Rp 1.000 bergerak menjadi Rp 6.000. Dan itu sudah berlaku sejak tahun 2000. Jadi sudah 20 tahun yang lalu. Kenapa tidak naik? Karena UU nomor 13 tahun 1985 mengamanatkan bahwa kenaikan maksimum 6 kali lipat. Jadi Rp 500 menjadi Rp 3.000, lalu Rp 1.000 menjadi Rp 6.000," papar Suryo.

Alasan kedua ialah bentuk dokumen yang sudah berubah mengikuti perkembangan zaman. Suryo menjelaskan, dengan UU baru ini maka pemerintah menyediakan meterai yang bisa digunakan untuk dokumen elektronik.

"Terkait UU bea meterai kalau bahasa sederhananya adalah pajak atas dokumen. Kalau dulu dokumen hanya kertas, dari tahun 1985 ini. Tapi melihat dinamika perubahan zaman yang sedemikian rupa, bahasa bea meterai diperluas, tetap atas dokumen tapi tidak hanya kertas tapi juga yang bersifat elektronik. Satu hal ketika kita mengubah UU bea meterai ini, karena sudah banyak dokumentasi-dokumentasi yang dibentuk dalam bentuk elektronik. Apalagi kita punya UU ITE yang menyatakan dokumen itu sah, meski dibuat dalam bentuk elektronik," pungkasnya.

(dna/dna)

Hide Ads