Pembahasan rencana revisi Undang-undang (UU) nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) masih berlangsung di Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ekonom senior INDEF Faisal Basri menyebutkan padahal saat ini kondisi sektor keuangan masih stabil dan terjaga.
Faisal menilai saat ini pemerintah dinilai tidak mampu untuk mengelola ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini. Sehingga yang ditempuh adalah jalan pintas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang jadi masalah, sekarang pengendali kebijakan ekonomi pemerintahan itu analisis saya, mereka sudah agak frustrasi mengelola ekonomi. Karena mereka tidak punya kuasa untuk mengontrol masalah COVID-19," kata Faisal dalam diskusi INDEF, Kamis (1/10/2020).
Baca juga: Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5% Tahun Depan? |
Menurut Faisal pemerintah beralasan untuk merevisi UU BI ini karena adanya koordinasi yang kurang terjalin di reformasi keuangan. Padahal selama ini ada anggota ex officio dari Kementerian Keuangan untuk mempermudah koordinasi.
"OJK ada ex officio dari Menkeu dan BI jadi sebetulnya saya menjadi heran membaca rilus Menkeu yang bilang ada masalah basis data, chek balance lembaga," jelas Faisal.
Dia juga menjelaskan, likuiditas perbankan saat ini cenderung stabil yang tercermin daru Loan Deposit Ratio (LDR) per Agustus 2020 menurut data OJK berada di level 85,1% jauh lebih rendah dari posisi Desember 2019 yakni 94,4%.
Sementara itu CAR perbankan di 23,1% per Agustus 2020 sedikit menurun tipis dari Desember 2019 di 23,4%. Tapi menurut dia ada yang menjadi kendala di industri perbankan yakni Dana Pihak Ketiga (DPK) bank terus alami kenaikan 11,6% (YoY) per Agustus 2020 sementara pertumbuhan kredit hanya tumbuh 1% secara tahunan. Namun masalah tersebut harusnya bisa diatasi oleh OJK.
(kil/dna)