Insentif pajak merupakan salah satu dari sederet vitamin yang disiapkan pemerintah untuk menyembuhkan ekonomi RI dari pandemi COVID-19. Namun, pemerintah menilai insentif pajak saat ini tidak efektif.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, dalam upaya menyelamatkan ekonomi, Indonesia sama seperti negara lainnya juga mengatur pemberian insentif fiskal kepada dunia usaha maupun individu.
"Indonesia sejauh ini kita telah menempatkan sekitar 0,5% sampai 0,7% dari PDB dalam bentuk keringanan pajak," ujarnya dalam acara Webinar Tax Challenges and Reforms to Finance the COVID-19 Recovery and Beyond, Kamis (1/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pemerintah menilai sederet insentif pajak yang diberikan tidak maksimal. Para wajib pajak tidak bisa memanfaatkan insentif tersebut karena roda perekonomian yang melambat juga sedang menekan usahanya.
"Tentunya perekonomian berada dalam tekanan karena banyaknya kegiatan perekonomian yang sedang dalam Tekanan, sehingga kemungkinan penggunaan keringanan pajak tersebut tidak akan maksimal," ucapnya.
Selain itu insentif pajak diberikan juga saat rasio pajak Indonesia terus menurun. Padahal rasio pajak adalah persoalan utama yang paling mendasar yang harus diselesaikan.
Sementara Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menambahkan, rasio pajak Indonesia tahun ini bisa berada di bawah 8%. Hal itu diakibatkan pandemi COVID-19 yang memberikan tekanan begitu besar terhadap ekonomi.
"Ada risiko karena rasio pajak sendiri sudah turun dalam beberapa tahun terakhir dan dampak dari pemberian banyak insentif pajak di 2020 maka rasio pajak kita akan turun tajam, kami prediksi rasio pajak berada sedikit di bawah 8%," ucapnya.