RUU Cipta Kerja Disahkan, Pengamat: Banyak Mudaratnya

RUU Cipta Kerja Disahkan, Pengamat: Banyak Mudaratnya

Soraya Novika - detikFinance
Senin, 05 Okt 2020 20:00 WIB
Sejumlah buruh berunjuk rasa di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/10/2020). Pada aksinya itu mereka menolak pengesahan RUU Cipta Kerja dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/pras.
Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

5. Baru Dapat Kompensasi Minimal 1 Tahun

Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapat kompensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Hal itu ia nilai bisa menjadi masalah serius bagi buruh. Alasannya pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing menjadi tidak jelas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengusaha bisa mengontrak buruh di bawah satu tahun untuk menghindari membayar kompensasi.

6. Waktu Kerja yang Eksploitatif

ADVERTISEMENT

Buruh menolak waktu kerja yang disepakati dalam RUU Cipta Kerja karena dinilai bersifat eksploitatif.

Berdasarkan materi ringkasan yang diterima detikcom, waktu kerja dalam RUU Cipta Kerja diatur lebih fleksibel untuk pekerjaan paruh waktu menjadi paling lama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Sedangkan untuk pekerjaan khusus seperti di sektor migas, pertambangan, perkebunan, pertanian dan perikanan dapat melebihi 8 jam per hari.

7. Hak Upah di Cuti yang Hilang

Hak cuti melahirkan dan haid tidak dihilangkan, tetapi selama cuti tersebut buruh menjadi tidak dibayar. Itulah yang tidak disetujui oleh para buruh.

Para buruh ingin selama cuti haid dan melahirkan tersebut buruh tetap diberikan haknya sebagai pekerja. Jika buruh tidak dibayar selama cuti, menurutnya telah bertentangan dengan Organisasi perburuhan internasional (ILO).


(eds/eds)

Hide Ads