Sektor Pertanian RI CumaTumbuh 2,19%, Apa Penyebabnya?

Sektor Pertanian RI CumaTumbuh 2,19%, Apa Penyebabnya?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 08 Okt 2020 11:30 WIB
Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis ternyata masih menyimpan lahan pertanian. Seperti lahan padi di Rorotan yang tengah dipanen ini.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Sektor pertanian pada kuartal II tercatat tumbuh 16,24%. Presiden Jokowi dalam unggahan di akun twitternya menyebut jika ini menjadi penyumbang tertinggi bagi pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II. Namun secara tahunan pertanian Indonesia hanya tumbuh 2,19%.

Peneliti INDEF Rusli Abdullah mengungkapkan secara year on year (yoy) pertumbuhan sektor pertanian hanya 2,19%. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sektor pertanian pada kuartal II 2019 yang sebesar 5,33%.

Menurut dia hal ini karena adanya kondisi pandemi COVID-19 juga turut menekan pertumbuhan sektor pertanian secara tahunan. Selain itu juga tidak ada konsumsi produk pertanian saat bulan ramadan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan penyebabnya adalah shock yang terjadi di sektor pertanian dan dibutuhkan perubahan jalur distribusi. Hal ini terjadi pada kuartal pertama saat pandemi COVID-19 baru diumumkan. Contohnya petani dari Bogor menyediakan pasokan barang ke wilayah seperti Depok dan Jakarta.

Rusli menyebutkan dengan pengumuman pandemi dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan orang dilarang beraktivitas normal turut mempengaruhi permintaan.

ADVERTISEMENT

"Pada kuartal I itu ada shock, jadi penduduk mengalami perubahan pola distribusi dan pola konsumsi," kata dia saat dihubungi detikcom, Kamis (8/10/2020).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada kuartal I tahun ini sektor pertanian hanya tumbuh 0,02% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 1,82%. Sektor pertanian memiliki peranan penting karena merupakan penyumbang terbesar ketiga dalam struktur ekonomi Indonesia.

"Kuartal II kemarin tumbuh karena ada panen. Ya setelah itu pada kuartal III dan IV diprediksi tidak akan sebaik kuartal II," kata dia.

Dia mengungkapkan, pemerintah memang harus menjaga sektor pertanian ini untuk tetap berproduksi. Karena demi supply bahan makanan pokok di masa pandemi. Rusli menjelaskan dari sisi kesejahteraan petani mengalami penurunan. Tercermin dari penurunan nilai tukar petani.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta menjelaskan petani saat pandemi ini mengalami penurunan kesejahteraan.

"Selama COVID-19 ini justru mereka sangat terdampak. Horeka tutup, tidak bisa jualan, harga jual turun drastis. Nilai tukar petani bahkan di bawah 100 yang berarti mengalami defisit (pendapatan lebih kecil dari pengeluaran produksi)," ujar dia.

Menurut Felippa hasil pertanian saat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan hasil panen menyumbang hanya 47% dari total pendapatan rumah tangga. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II ini sektor pertanian masih mencatatkan pertumbuhan double digit.

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan kontribusi pertanian ke perekonomian naik 15,46% pada kuartal II 2020 dari periode yang sama tahun sebelumnya 13,57%. Penyebab pertumbuhan ini adalah pergeseran panen raya tanaman pangan yang tahun lalu pada Maret menjadi April dan Mei 2020.

(kil/fdl)

Hide Ads