Omnibus Law Cipta Kerja masih terus mengalami penolakan dari kalangan buruh. Salah satu yang dipermasalahkan adalah mengenai pengaturan upah minimum
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) Said Iqbal menduga dalam UU Cipta Kerja upah dibuat seminim mungkin karena anggapan upah tenaga kerja di Indonesia terlalu tinggi. Apalagi jika dibangingkan dengan negara tetangga.
Padahal menurutnya, fakta berkata lain, justru masih ada negara di Asean yang upah pekerjanya lebih besar dari Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dibilang upah minimum Indonesia tertinggi mari kita lihat upah yang ada di buku yang dikeluarkan ILO. Indonesia itu nggak di bawah, tapi nggak tinggi, dia di tengah jumlah upahnya," ujar Iqbal dalam bincang-bincang d'Rooftalk detikcom, Rabu (7/10/2020) malam.
Dia menjabarkan dari survey International Labour Organization/Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada survey terakhir di tahun 2014-2015 upah pekerja Indonesia masih berada di bawah upah pekerja di Vietnam, hingga Thailand.
"Berapa Indonesia per bulan? US$ 174 per bulan. Berapa Vietnam? US$ 181 per bulan, bahkan kita di bawah Vietnam. Kemudian berapa Malaysia, dia US$ 526, dan Filipina US$ 256, lalu Thailand US$ 326," jelas Iqbal.
Dia mengungkapkan pihaknya tidak setuju dengan upaya pemerintah untuk mengecilkan upah buruh dalam UU Cipta Kerja. Salah satunya dengan cara mengatur Upah Minimum Kabupaten/Kota yang bersyarat, dengan melihat laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.
"Salah satu yang kami tolak adalah UMK bersyarat, apa itu? Di dunia ini nggak ada, apa itu UMK bersyarat," ujar Iqbal.
Lanjut ke halaman berikutnya