Omnibus Law Ubah Aturan Upah Buruh, di Negara Lain Bagaimana?

Omnibus Law Ubah Aturan Upah Buruh, di Negara Lain Bagaimana?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 08 Okt 2020 12:31 WIB
Massa buruh kembali melakukan aksi tolak omnibus law UU Cipta Kerja. Mereka mencoba bergerak menuju DPR, tapi diadang polisi di kawasan Senayan.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Omnibus Law Cipta Kerja masih terus mengalami penolakan dari kalangan buruh. Salah satu yang dipermasalahkan adalah mengenai pengaturan upah minimum

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) Said Iqbal menduga dalam UU Cipta Kerja upah dibuat seminim mungkin karena anggapan upah tenaga kerja di Indonesia terlalu tinggi. Apalagi jika dibangingkan dengan negara tetangga.

Padahal menurutnya, fakta berkata lain, justru masih ada negara di Asean yang upah pekerjanya lebih besar dari Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dibilang upah minimum Indonesia tertinggi mari kita lihat upah yang ada di buku yang dikeluarkan ILO. Indonesia itu nggak di bawah, tapi nggak tinggi, dia di tengah jumlah upahnya," ujar Iqbal dalam bincang-bincang d'Rooftalk detikcom, Rabu (7/10/2020) malam.

Dia menjabarkan dari survey International Labour Organization/Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada survey terakhir di tahun 2014-2015 upah pekerja Indonesia masih berada di bawah upah pekerja di Vietnam, hingga Thailand.

ADVERTISEMENT

"Berapa Indonesia per bulan? US$ 174 per bulan. Berapa Vietnam? US$ 181 per bulan, bahkan kita di bawah Vietnam. Kemudian berapa Malaysia, dia US$ 526, dan Filipina US$ 256, lalu Thailand US$ 326," jelas Iqbal.

Dia mengungkapkan pihaknya tidak setuju dengan upaya pemerintah untuk mengecilkan upah buruh dalam UU Cipta Kerja. Salah satunya dengan cara mengatur Upah Minimum Kabupaten/Kota yang bersyarat, dengan melihat laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.

"Salah satu yang kami tolak adalah UMK bersyarat, apa itu? Di dunia ini nggak ada, apa itu UMK bersyarat," ujar Iqbal.

Lanjut ke halaman berikutnya

Sebelumnya dalam catatan detikcom, Iqbal mengatakan pengaturan harusnya UMK tidak perlu bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota harus tetap ada. Sebab UMK setiap kabupaten/kota berbeda nilainya.

"Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara," ucapnya.

Sementara itu Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan upah minimum tepat diatur dalam ketentuan UU 13 tahun 2003 dan PP 78 tahun 2015.

Jadi upah minimum ini tetap kita atur kemudian ketentuannya tetap mengacu Undang-undang 13 Tahun 2003 dan PP 78 2015 memang selanjutnya tetap diatur Peraturan Pemerintah," kata Ida.

Ida menuturkan, Peraturan Pemerintah ini akan mengatur lebih detil formula upah.

"Terdapat penegasan variabel dan formula dalam penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi," tambahnya.


Hide Ads