Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan hasil pertambangan batu bara akan menjadi barang kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo mengatakan batu bara dikenakan pajak karena dasarnya rezim PPN dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dalam daerah pabean.
"Kalau untuk barang pertambangan batu bara bukan dihapuskan dari penerimaan, malah dikenakan PPN sebetulnya. Jadi bahasanya malah dikenakan PPN, karena rezim PPN itu kan dikenakan pajak atas konsumsi barang kena pajak di dalam daerah pabean. Jadi untuk batu bara malah dikenakan PPN," ujar Suryo dalam briefing UU Cipta Kerja terkait Bidang Perpajakan melalui video conference, Senin (12/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketentuan tersebut mengubah UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM), di situ batu bara dikecualikan dalam barang kena PPN.
Pada pasal 4A ayat (2) UU tersebut dijelaskan, barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya termasuk dalam jenis barang yang tidak dikenai PPN. Hasil pertambangan tersebut termasuk batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.
Sementara di dalam UU Cipta Kerja, perubahan tertuang dalam pasal 112. Ketentuan di dalam pasal 4A diubah dan ada empat jenis barang yang dikecualikan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.
Pertama, barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara. Kedua, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Ketiga, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering. Terakhir uang, emas batangan, dan surat berharga.