Kepala Daerah Tanya Intervensi Pusat di Omnibus Law, Bos BKPM Jawab Ini

Kepala Daerah Tanya Intervensi Pusat di Omnibus Law, Bos BKPM Jawab Ini

Trio Hamdani - detikFinance
Rabu, 14 Okt 2020 06:00 WIB
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
Foto: Mohammad Wildan/20detik
Jakarta -

Para kepala daerah mempertanyakan kewenangannya terkait pengurusan izin berusaha dan investasi di dalam Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Hal itu diungkapkan Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas dalam diskusi virtual bersama Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Pihaknya butuh kepastian mengenai kewenangan kepala daerah di dalam UU Ciptaker.

"Kita ingin mendengar dari Kepala BKPM, terkait, pertama kewenangan daerah dalam bidang investasi dan perizinan usaha pada Undang-undang Cipta Kerja ini," kata dia dalam diskusi virtual, Selasa (13/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pihaknya berharap bisa mendapatkan penjelasan UU Ciptaker khususnya berkaitan dengan kewenangan daerah. Sebab, pihaknya mendapatkan banyak pertanyaan terkait itu.

Lanjut dia, kepala daerah juga sempat mempertanyakan draf asli UU Ciptaker. Sebab sejauh yang diterima oleh para kepala daerah, draf omnibus law berubah-ubah jumlah halamannya.

ADVERTISEMENT

"Hari ini juga kita baca, para bupati membaca, ini draft yang benar yang mana? ada versi 1.035 halaman. Hari ini katanya draf finalnya adalah 812 halaman, dan seterusnya. Nah ini nanti kami mohon diberikan informasi yang sesungguhnya," ujarnya.

Apa jawaban Kepala BKPM? Baca di halaman selanjutnya.

Bahlil menegaskan UU Ciptaker tidak menghilangkan kewenangan kepala daerah terkait perizinan.

"Tidak ada izin satupun terkait dengan izin usaha yang ditarik ke (pemerintah) pusat. Itu di Pasal 174," ujar Bahlil.

Dia menjelaskan bahwa yang benar adalah izin tetap di daerah, tetapi pemerintah pusat membuat ruang agar proses perizinan tidak terlalu panjang. Untuk itu dibuatlah yang namanya Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).

Itu yang akan mengatur lamanya proses perizinan berusaha di daerah. NSPK ini memberikan tenggat waktu kepada pemerintah daerah untuk menyelesaikan perizinan. Bahlil mencontohkan izin lokasi.

"Nah inilah kemudian NSPK ini kita buat, contoh 1,5 bulan. Silakan bapak-bapak mengeluarkan izin dalam waktu 1,5 bulan itu, itu kewenangan kepala daerah. Nah tapi kalau 1,5 bulan itu tidak keluar maka oleh NSPK itu dianggap disetujui dan kita keluarkan berdasarkan peta RTRW yang ada di Kementerian ATR," paparnya.

Dia melanjutkan, izin lokasi di daerah selama ini cukup memakan waktu meskipun tidak semua kepala daerah lambat dalam memberikan izin tersebut. "Pengusaha itu cuma butuh 4 hal, kemudahan, kepastian, efisiensi, kecepatan," tambah Bahlil.



Simak Video "Video: Kementerian Kebudayaan Minta DPR Dukung Pembuatan RUU Omnibus Law"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads