Beda Prediksi Nasib Ekonomi RI Versi IMF dan Pemerintah

Beda Prediksi Nasib Ekonomi RI Versi IMF dan Pemerintah

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 15 Okt 2020 06:04 WIB
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-I 2018 tumbuh 5,2%. Pertumbuhan itu didukung dengan capaian penerimaan pajak maupun nonpajak.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi minus sepanjang tahun ini. International Monetary Fund (IMF) memproyeksi ekonomi RI minus lebih dalam dibandingkan prediksi sebelumnya.

IMF meramal jika pertumbuhan ekonomi Indonesia minus hingga 1,5% tahun ini. Prediksi ini lebih dalam dibandingkan prediksi Juni lalu yang menyebut ekonomi Indonesia hanya minus 0,3%.

Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath mengatakan ekonomi global akan minus 4,4% pada 2020. Kemudian seluruh negara berkembang juga akan mengalami kontraksi tahun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah melakukan revisi pada proyeksi perekonomian Indonesia kuartal III-2020. Sebelumnya ekonomi Indonesia diprediksi minus 1,1% hingga positif 0,2%. Namun revisi menjadi minus 1,7% hingga minus 0,6%.

"Ini artinya negatif territory terjadi pada kuartal III dan kemungkinan masih berlangsung pada kuartal IV dan kita berusaha mendekati nol atau positif," jelas dia.

ADVERTISEMENT

Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean mengungkapkan seluruh negara mengalami kontraksi. Rentang proyeksi dari pertumbuhan ekonomi global berada di kisaran -5% hingga -4% di tahun 2020, terburuk dalam 80 tahun terakhir. Dia menyebut ekonomi global hanya akan rebound secara parsial ke kisaran +3% hingga +4% pada 2021.

Jika proyeksi ekonomi kuartal III-2020 benar-benar terjadi negatif, maka Indonesia masuk ke dalam resesi ekonomi. Hal ini karena pada kuartal II-2020 ekonomi Indonesia minus 5,3%.

Adrian mengungkapkan perekonomian Indonesia sebenarnya telah menunjukkan tren penurunan bahkan sejak satu dekade lalu. Namun secara struktural di 12 dari 16 tahun pengamatan (2005-2020) pertumbuhan PDB antarkuartal di Q3 selalu lebih rendah dibanding PDB.

"Dengan mengacu definisi akademis terkait 'resesi' maka Indonesia sebenarnya telah masuk ke zona resesi bahkan sejak kuartal I-2020," kata Adrian dalam keterangannya, Rabu (14/10/2020).

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Dia mengungkapkan pertumbuhan antarkuartal yakni di akhir 2019 telah mengalami kontraksi sebesar -0,21%, kontraksi kedua di kuartal I-2020 -1,55%.

"Sehingga kontraksi ketiga kuartal II-2020 ini dapat dipandang sebagai konfirmasi bahwa Indonesia memang berada di zona resesi sejak semester I tahun ini," jelas dia.

Adrian mengungkapkan lemahnya momentum ekonomi Indonesia akan berlanjut hingga kuartal I-2021. Ini artinya diprediksi kontraksi ekonomi akan berlanjut pada kuartal IV-2020 sebesar -2,3%.

"Pertumbuhan ekonomi di seluruh tahun 2020 dengan demikian akan mencapai -2% yoy," katanya.

"Selanjutnya jika terjadi kontraksi struktural berlanjut hingga kuartal I-2021 maka Indonesia akan berada dalam zona resesi yang lebih panjang dibanding episode krisis moneter tahun 1998," jelas dia.

Menurut dia, bergesernya garis trend growth Indonesia sebagai akibat dari resesi yang berkepanjangan saat ini diberi label extended U-shaped recovery akan membuat momentum pemulihan ekonomi di 2021 menjadi terbatas.

"Saya perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 hanya akan mencapai 3,8%," jelas dia.

Riset DBS Bank Indonesia menyebutkan jika telah dilakukan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi minus 1%.

Sejak pandemi COVID-19, konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2020 turun hingga 5,51%. Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Alhasil, pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama menurun menjadi minus 5,32%.

Untuk mengimbangi rendahnya konsumsi rumah tangga, pemerintah berupaya menggenjot belanja negara.


Hide Ads