Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melonggarkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Keputusan ini juga diikuti dengan perizinan bagi bioskop di Ibu Kota untuk buka kembali, tapi dengan kapasitas pengunjung maksimal hanya 25%.
Melalui rapat Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia (GPBSI) kemarin, Rabu (14/10), ternyata tak semua pengelola bioskop di Jakarta akan langsung membuka kembali operasionalnya. Ketua GPBSI Djonny Syafruddin mengatakan, para pengelola bioskop punya keputusan beragam, ada yang siap untuk langsung buka, dan ada yang memutuskan tak buka untuk saat ini.
"PSBB sekarang ini yang kita lihat tidak sesuai dengan PSBB sebelumnya tentang kapasitas dari 50% turun ke 25%. Dalam rapat itu saya secara demokratis setiap grup punya hak masing-masing, itu urusan mereka, tidak bisa diganggu. Itu manajemen. Urusan ke depan asosiasi yang urus," kata Djonny ketika dihubungi detikcom, Kamis (15/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk membuka bioskop, memang diperlukan asesmen oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 DKI Jakarta. Setelah bioskop itu lulus asesmen, maka baru dibolehkan buka.
Namun, menurut Djonny, tak semua pengelola akan buka setelah lulus asesmen.
"CGV akan di asesmen pada hari Senin tanggal 19 Oktober. Kalau lulus dia langsung buka di Jakarta besoknya. Kalau buka dia pakai film Korea, film milik dia sendiri. Cinepolis dia di-asesment hari ini. Dia belum menentukan sikap apakah buka setelah lulus assesment, atau belum. Dia belum tahu, masih menunggu. Dari Cinema 21/XXI sudah pasti tidak akan membuka di Jakarta kalau kapasitasnya hanya 25%. Diikuti oleh Flix, dia mengikuti Cinema 21, masih belum buka. Jadi mereka punya hak masing-masing," papar Djonny.
Menurut keterangan Djonny, alasan sejumlah pengelola belum langsung membuka setelah lulus asesmen karena kapasitas sangat minim, dan tak layak secara ekonomis. Kedua, para produser film masih enggan menayangkan film baru di bioskop karena kapasitas hanya 25%.
"Alasannya satu memang dari pihak pemilik film belum mau merilis filmnya atau ditayangkan di Jakarta. Kemudian film barat juga masih di-cancel-cancel. Apalagi 25% itu tidak layak secara ekonomis dari bioskop dan film," tegas Djonny.
Oleh sebab itu, ia meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengkaji ulang aturan kapasitas maksimal 25%, dan dinaikkan menjadi 50%. Ia menegaskan, para pengelola sudah menyiapkan dan akan menerapkan protokol kesehatan sebaik mungkin.
"Kita ini tetap mencoba melakukan pendekatan dengan pihak Pemda. Yaitu Asosiasi saat ini hanya bisa mengimbau kepada Bapak Gubernur dan Wagub, dan tim-timnya itu coba dipikirkan ulang. Di situ kan ada klausul-klausul, sepertinya bisa dilakukan terobosan, kembalikan pada 50%, itu asosiasi yang mengimbau," imbuh dia.
Menurut Djonny, bioskop Jakarta merupakan panutan di segala daerah. Oleh sebab itu, ketentuan aturan di Jakarta akan sangat berpengaruh juga ke bioskop di daerah.
"Tapi kalau Pak Gubernur mengatakan oke 50%, pemilik film akan menaruh filmnya, dan nanti didistribusikan ke seluruh Indonesia. Nah buka mungkin sekitar 75-80% pasti buka karena sudah diizinkan di daerah, di daerah itu 50%. Nah itu imbauan kepada Pak Gubernur. Jakarta memang jadi ikon tentang film dan bioskop untuk seluruh Indonesia. Dan juga akan membawa nama baik kita di internasional," tutup Djonny.
(zlf/zlf)