Pasar digital merupakan ceruk pasar yang masih sangat luas bagi pelaku UMKM. Namun sayangnya banyak pelaku UMKM yang tidak siap masuk ke pasar itu dan akhirnya gagal.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pola yang ada saat ini para pelaku UMKM sebelum masuk ke pasar digital mereka mulai berjualan di media sosial. Setelah pasarnya terbentuk di media sosial baru setelah itu mereka masuk ke platform digital.
Namun sayangnya, banyak dari mereka yang tidak siap ketika masuk ke pasar digital. Salah satunya terkait SDM dan produksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari catatan kami yang juga bekerja sama dengan platform digital, kegagalan UMKM tinggi karena rata-rata kapasitas produksi mereka masih kecil dan tidak sanggup memenuhi permintaan dalam pasar yang lebih besar," tuturnya dalam Festival Ide Bisnis detikcom yang disponsori PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Senin (19/10/2020).
Kedua, ada faktor persaingan. Sebab tidak sedikit dari merek-merek besar yang juga masuk ke platform digital seperti e-commerce. Sehingga mereka sulit untuk bersaing.
Meski begitu, menurut Teten, Pandemi COVID-19 memberikan peluang tersendiri bagi pelaku UMKM untuk memenangkan pasar digital. Salah satu yang diperlukan adalah reorientasi bisnis dengan melakukan adaptasi dengan kondisi yang ada saat ini.
"UMKM yang bisa bertahan adalah UMKM yang bisa melakukan inovasi produk. Kalau pola konsumsi masyarakat sekarang orang fokus belanja kebutuhan primer, kebutuhan pokok, makan minum dan alat kesehatan diri. Banyak di awal pandemi pengrajin batik untuk pesta dan kegiatan resmi. Tapi karena pandemi orang tidak lagi ke pesta dan kantor, omzetnya turun, banyak yang ngeluh. Tapi mereka banting stir jadi produksi pakaian rumah, daster, celana pendek. Omzetnya naik lagi," terangnya.
Teten juga memberikan contoh, saat ini banyak pengusaha restoran dan cafe yang mengeluhkan kehilangan pendapatan karena PSBB. Namun sebagian dari mereka bisa bertahan dengan berjualan makanan setengah jadi.
Pada dasarnya pelaku UMKM mau tidak mau harus masuk ke pasar digital. Sebab pasar digital di Indonesia sangat besar diperkirakan mencapai Rp 1.800 triliun di 2025 dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
Sayangnya menurut catatan Teten baru sekitar 16% pangsa pasar UMKM di pasar digital. Meskipun selama pandemi ini ada sekitar 2 juta pelaku UMKM baru yang masuk ke platform digital.
Dia mengatakan, ada banyak manfaat bagi pelaku UMKM masuk ke pasar digital. Selain memiliki akses pasar baru yang lebih besar, ada inovasi teknologi baru untuk proses pencatatan omzet secara digital. Nah catatan digital untuk omzet itu saat ini sudah menjadi syarat bagi UMKM yang ingin mendapatkan pinjaman dari fintech.
"Jadi digital record cashflow sudah dijadikan standar baru untuk pembiayaan. Seperti fintech peer to peer lending itu mereka masuk ke mikro dengan melakukan pendekatan teknologi seperti itu," ucapnya.
(das/dna)