Erick Thohir Mengaku Malu Saat Kunjungi Swiss, Kenapa?

Erick Thohir Mengaku Malu Saat Kunjungi Swiss, Kenapa?

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 20 Okt 2020 17:30 WIB
Polda Metro Jaya gelar kampanye protokol kesehatan dalam rangka menyambut Pilkada 2020. Acara ini dihadiri Menteri BUMN Erick Thohir hingga Gubernur DKI Jakarta.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku malu saat melakukan kunjungannya ke Swiss. Kira-kira apa ya yang bikin dia malu?

Beberapa hari yang lalu Erick memang melakukan kunjungan ke Inggris dan Swiss. Dari kunjungan itu menghasilkan komitmen kerja sama dari perusahaan global dengan BUMN RI.

Namun Erick mengaku mendapatkan pelajaran yang membuatnya malu. Di Swiss dia melihat negara itu sangat minim sumber daya alam. Namun negara itu bisa memiliki produk unggulan yang sangat dikenal dunia, seperti coklat dan jam tangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal sumber bahan baku coklat di Swiss menurutnya berasal dari Indonesia.

"Mestinya kita harus malu dengan mereka. Seperti Swiss, dia nggak punya apa-apa, tapi coklatnya paling hebat. Padahal coklatnya dari Indonesia loh. Lalu jam tangan, ya sudahlah itu mah nggak usah diomongin lagi," tuturnya ucapnya dalam Festival Ide Bisnis detikcom yang disponsori PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Senin (19/10/2020).

ADVERTISEMENT

Berdasarkan hal itu dia menaruh harapan besar kepada para pengusaha muda tanah air. Erick berharap para pengusaha muda bisa terbiasa inovasi dan adaptasi dengan perkembangan zaman.

Erick mencontohkan di masa pandemi COVID-19 sebenarnya banyak peluang yang bisa digarap para pelaku UMKM, tapi syaratnya harus masuk ke digitalisasi. Lalu untuk produk sendiri, pelaku UMKM seharusnya bisa membaca kebutuhan masyarakat di masa pandemi yang berubah signifikan.

"Contoh dengan COVID-19 masyarakat akan berpikir ingin lebih sehat. Nah bukan tidak mungkin tumbuhnya peluang makanan vegan atau makanan sehat lainnya. Ini opportunity. Atau misalnya delivery system, yang tadinya rumah dan pasar ini mungkin sulit, nah perlu mungkin orang yang punya pembaharuan ini mengantar sampai ke rumah. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, ada sharing dapur bersama. Ini point kolaboratif dan adaptasi. Jadi pertama digitalisasi itu mau tidak mau, adaptasi, kemudian kolaboratif," tutupnya.




(das/zlf)

Hide Ads