Ada dua gugatan utama DOJ terhadap Google. Pertama, Google sebagai search engine utama atau default dalam sistem operasi Android di seluruh dunia. Kedua, kontrak Google dengan Apple, Samsung, dan produsen perangkat lain yang menjadikan pencarian Google sebagai default di ponsel mereka.
Menurut Wakil Jaksa Agung AS Jeffrey Rosen, dua hal di atas merupakan bentuk anti-persaingan, karena mereka mencegah penyedia search engine lain untuk mendapatkan porsi di pasar, sehingga Google diduga turut mencegah konsumen dapat memperoleh akses search engine lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Google pun membantah hal tersebut. Menurut perusahaan, gugatan itu tak spesifik. Apalagi soal kerugian konsumen. Google menegaskan perusahaan telah memberikan apa yang diinginkan konsumen.
"Poin yang lebih besar adalah bahwa orang tidak menggunakan Google karena mereka harus, mereka menggunakannya karena mereka memilih untuk menggunakannya. Kami tetap benar-benar fokus untuk memberikan layanan gratis yang membantu orang Amerika setiap hari. Karena itulah yang paling penting," tulis pernyataan resmi Google.
Pernyataan itu diperkuat dengan preferensi konsumen dan rendahnya harga layanan yang diberikan.
"Kerugian konsumen adalah salah satu unsur kejahatan. Jika DOJ memiliki bukti kerugian konsumen, itu seharusnya ada dalam pengaduan. Karena tidak ada di sana, saya harus berasumsi bahwa itu tidak ada. Dan siapa pun yang pernah melihat episode 'Law and Order' tahu jika Anda tidak bisa membuktikan semua elemen kejahatan, maka tidak ada kejahatan yang dilakukan," tegas Szabo.
Namun, menurut hakim murahnya layanan Google justru akan membutakan konsumen, dan justru dapat menimbulkan kerugian, pasalnya konsumen harus memberikan data pribadi untuk memperoleh layanan Google. Penilaian itu dinilai sebagai obsesi hakim yang kabur dan ketinggalan zaman.
(ara/ara)