4 Provinsi Tak Ikut Edaran Kemnaker soal UMP 2021, Bolehkah?

4 Provinsi Tak Ikut Edaran Kemnaker soal UMP 2021, Bolehkah?

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 01 Nov 2020 11:50 WIB
Ilustrasi THR
Foto: Muhammad Ridho
Jakarta -

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 tidak naik atau sama dengan tahun ini karena adanya pandemi virus Corona (COVID-19). Namun tidak semua Gubernur mengikuti itu, ada yang memutuskan UMP di provinsinya tetap naik.

Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo misalnya, dia memutuskan UMP 2021 naik 3,27% menjadi Rp 1.798.979,12. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X (HB X) juga menetapkan UMP 2021 naik 3,54% menjadi Rp 1.765.000.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil jalan tengah. Bagi perusahaan yang tidak terdampak COVID-19 wajib menaikkan UMP 2021 di Jakarta menjadi Rp 4.416.186,548 atau naik 3,27%, sedangkan bagi perusahaan yang terdampak pandemi boleh mengikuti Menaker dengan menetapkan UMP tahun depan sama dengan tahun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian Sulawesi Selatan juga memutuskan untuk menaikkan UMP 2021 sebesar Rp 62 ribu.

Itu artinya 4 provinsi di atas tidak mengikuti Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/ll/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi COVID-19 yang mana UMP 2021 ditetapkan sama dengan 2020. Bolehkah?

ADVERTISEMENT

Mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 atau pun UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa menetapkan upah minimum adalah hak prerogatif gubernur. Sehingga bisa saja gubernur menetapkan UMP tidak sesuai dengan SE Menaker.

"Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau
Bupati/Walikota," bunyi pasal 89 ayat 3 yang dikutip detikcom, Minggu (1/11/2020).

Sebelumnya Menaker Ida Fauziyah juga sudah mengatakan bahwa SE yang ia terbitkan hanya sebagai patokan atau panduan bagi para gubernur dalam mengatasi dampak COVID-19. Apabila ada daerah yang tidak mengikuti SE tersebut, artinya sudah mempertimbangkan berbagai hal dan melalui kajian yang mendalam mengenai dampak COVID-19.

"Apabila ada daerah yang tidak mempedomani SE tersebut dalam penetapan UM-nya, hal tersebut tentunya sudah didasarkan pada pertimbangan dan kajian yang mendalam mengenai dampak COVID-19 terhadap perlindungan upah pekerja dan kelangsungan bekerja serta kelangsungan usaha di daerah yang bersangkutan," kata Ida kepada detikcom beberapa hari lalu.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar. Menurutnya, bukan kali pertama ini saja ada gubernur yang tidak mengikuti SE Menaker dalam menetapkan UMP.

"Saya menilai SE Menaker tersebut adalah sebuah himbauan dan bukan sebuah regulasi yang wajib dipatuhi Gubernur. Hal ini kerap kali terjadi di tahun-tahun sebelumya, SE Menaker mengimbau dan meminta 8% tetapi ada gubernur yang menetapkan kenaikan UM lebih dari 8%. Ini biasa terjadi dari tahun ke tahun," ujarnya.



Simak Video "Video: UMP Naik 6,5% di Semua Provinsi, Cek UMP Daerahmu di Sini!"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads