Resesi RI Bakal Berkepanjangan?

Resesi RI Bakal Berkepanjangan?

Trio Hamdani - detikFinance
Kamis, 05 Nov 2020 15:08 WIB
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 sebesar 5,4 persen. Angka itu oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dinilai tetap realistis.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Ekonomi Indonesia pada kuartal II minus 5,32% dan kuartal III minus 3,49%. Akibat perekonomian terkontraksi dua kali berturut-turut, Indonesia resmi resesi. Lalu sampai kapan?

Jika ekonomi pada kuartal IV kembali negatif maka otomatis resesi Indonesia berlanjut. Para ekonom memprediksi ekonomi Indonesia masih negatif di kuartal terakhir tahun ini.

"Kalau kita berbicara prospek ekonomi, pemulihan ekonomi di kuartal IV itu relatif masih akan berada di level negatif," kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi detikcom, Kamis (5/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proyeksi tersebut karena melihat faktor pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal III yang perbaikannya lambat. Padahal konsumsi rumah tangga ini merupakan kunci untuk menggerakkan ekonomi.

"Jadi ini semakin menguatkan bahwa prospek ekonominya masih belum membaik, dan ini yang kemudian bisa berdampak terhadap pelaku usaha masih menahan laju ekspansi usaha. Kemudian karena tenaga kerja bertambah sementara pekerjaannya sedikit, ini yang akan berdampak terhadap peningkatan jumlah pengangguran," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Pihaknya memprediksi ekonomi kuartal IV minus 2-3%.

"Harapan membaik, tapi saya harus buka data lagi, angka (prediksi) kita memang masih sekitar angka minus 3% pada triwulan IV, 2% sampai 3% minus," sebutnya.

Ada tiga faktor yang membuat ekonomi Indonesia diprediksi kuat masih minus di kuartal akhir 2020. Pertama karena kasus COVID-19 belum turun signifikan, masih naik dan turun.

Faktor kedua karena program bantuan sosial (bansos) jumlahnya tidak signifikan membantu atau memulihkan daya beli masyarakat yang tergerus di saat pandemi.

"Rata-rata katakanlah (nilai bansos) Rp 600 ribu. Kalau pengeluaran mereka katakanlah Rp 2,5 juta per keluarga, (Rp 600 ribu) itu paling sekitar 20an% lah, nggak cukup. Sementara mereka kehilangan pendapatannya jauh lebih besar dari bantuan yang diberikan oleh pemerintah sehingga tidak cukup mampu mengurangi kehilangan tersebut," paparnya.

"Yang ketiga UMKM. UMKM kan sudah dibantu (oleh pemerintah) dan sebagainya tapi kan demand (permintaan) masyarakat masih belum pulih untuk kebutuhan barang dan jasa," tambahnya.


Hide Ads