Skandal suap yang menyeret mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar menemui babak baru. Pemerintah Inggris melalui Serious Fraud Office (SFO) alias Kantor Tindakan Penipuan Serius rupanya ikut turun tangan menyelidiki dugaan kasus suap dan korupsi dari kesepakatan antara produsen pesawat Bombardier, Airbus, Avions de Transport Regional (ATR), Rolls Royce, dan Garuda Indonesia (Persero).
Dilansir dari The Wall Street Journal, Jumat (6/11/2020), Bombardier menyampaikan perkembangan penyelidikan kasus suap dan korupsi yang dilakukannya dengan terus mendukung penyelidikan SFO. Bombardier menyatakan telah menyampaikan penyelidikan internal perusahaan atas transaksi dengan Garuda, termasuk akuisisi dan sewa pesawat Bombardier CRJ1000 pada 2011 dan 2012.
Tinjauan internal Bombardier dimulai setelah pengadilan Indonesia memvonis Emirsyah Satar dan Hadinoto Soedigno atas kasus pencucian uang dari proses pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda. Hadinoto merupakan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda periode 2007-2012.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bombardier menyatakan penyelidikan atas transaksi dengan Garuda ini dilakukan oleh penasihat eksternal. Sementara itu, Airbus menyatakan telah meningkatkan sistem kepatuhan perusahaan agar kasus ini tak terulang. Namun, baik Rolls-Royce, ATR, dan Garuda enggan buka suara. SFO sendiri menegaskan tak akan mengeluarkan pernyataan sampai penyelidikan selesai.
Emirsyah sendiri telah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang yang totalnya Rp 46 miliar. Dia dijatuhi hukuman pidana selama 8 tahun penjara. Bahkan Emirsyah diganjar denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata hakim ketua Rosmina saat membacakan amar putusan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (8/5/2020).
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan, bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," imbuh hakim.
Selain hukuman penjara, Emirsyah diminta membayar uang pengganti kerugian negara senilai SGD 2,1 juta. Uang pengganti tersebut harus dibayarkan selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Hakim juga mengatakan, jika Emirsyah tidak membayar uang pengganti itu, harta bendanya akan disita. Jika harta bendanya tak mencukupi uang pengganti itu, akan diganti dengan kurungan penjara selama 2 tahun.