"Ancaman barang mentah katakan tidak memenuhi syarat lingkungan akan menjadi hambatan. Isunya kalau lingkungan, akan kembali menetapkan kalau kita sebut bukan tarif, tapi non tariff measure. Nanti mereka akan punya SOP atau standar baku produk mereka. Artinya akan semakin ketat memasuki pasar AS," sambungnya.
Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai kemenangan Biden akan menurunkan tensi perang dagang antara AS dan China. Kondisi tersebut akan menurunkan kecemasan global akan menurunnya perekonomian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, itu bukan berarti menjadi penghalang rencana relokasi pabrik-pabrik di China. Menurutnya, rencana relokasi pabrik-pabrik di China akan tetap berlangsung karena pandemi telah memberikan pelajaran bagi pengusaha untuk tidak hanya mengandalkan rantai pasok dari satu negara.
Dengan kondisi ini, Indonesia pun mesti bersaing. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ongkos logistik Indonesia yang masih tinggi.
"Ongkos logistik Indonesia dan Vietnam kita harus mengakui ongkos logistik di Vietnam jauh lebih murah dibandingkan Indonesia," katanya.
Maka itu, pemerataan pembangunan dan infrastruktur mesti digenjot. Bukan hanya itu, percepatan pengecekan di pelabuhan juga mesti dipercepat, serta peningkatan kompetensi pada tenaga kerja.
"Hal lain yang tak kalah penting daya saing tenaga kerja kalau kita melihat beberapa tahun terakhir Vietnam memang sangat gencar meningkatkan daya saing tenaga kerja melalui banyak pelatihan. Saya kira kemudian menjadikan mereka lebih terampil," jelasnya.
(acd/ang)