Kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) memberi harapan meredanya perang dagang AS-China. Namun, ada juga kekhawatiran meredanya perang dagang membuat pabrik-pabrik di China mengurungkan niatnya untuk relokasi ke berbagai negara termasuk Indonesia. Benarkah demikian? Berikut penjelasannya:
1. AS Bakal Tarik Investasi
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad berpandangan Biden tak akan meneruskan kebijakan Trump yang berperang dengan China melalui tarif. Menurutnya, Biden akan melawan China dengan cara lain.
"Nah ke depan Biden justru akan berkoalisi dengan banyak negara-negara lain termasuk Uni Eropa untuk melawan China dengan non tariff measure terutama dengan isu transfer teknologi dan juga hak kekayaan intelektual, lebih halus tapi prosesnya lebih panjang," katanya kepada detikcom, Senin (9/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, dia bilang, bukan berarti perang dagang hilang. Sebab, sisa-sisa kebijakan Trump masih ada. Namun, perang dagang antara AS dan China mereda. Di sisi lain, ia melihat dari pernyataan maupun sikap politik Biden yang berusaha mendorong ekonomi domestik. Artinya, ada kecenderungan Biden akan menarik investasi-investasi AS 'pulang kampung'.
Dengan situasi itu, ia menilai komitmen relokasi perusahaan di China akan tetap berjalan. Meski demikian, ada potensi investasi-investasi AS kembali ke Negeri Paman Sam.
"Yang mau relokasi saya kira berlanjut, tapi yang akan comeback ke AS juga banyak. Menurut saya situasinya seperti itu karena kebijakannya (Trump) nggak dicabut, kecuali dicabut," katanya.
2. Relokasi China Tetap Jalan
Sementara, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, terlepas dari perang dagang, pandemi COVID-19 telah memberikan pelajaran banyak negara jika ketergantungan pada satu rantai pasok sangat berisiko. Hal itu berkaca dari China di mana saat pandemi melanda banyak negara kena dampak karena banyaknya pabrik tidak beraktivitas di sana.
"Dengan adanya pandemi kemarin itu mengubah pola pikir bagi para pelaku usaha mulai melakukan diversifikasi rantai pasok, artinya tidak semua di China dipecah lagi," ujarnya,
Dengan kata lain, kemenangan Biden tidak akan menghentikan rencana pengusaha untuk merelokasi pabrik-pabriknya.
"Dengan kemenangan Biden meskipun perang dagang akan berakhir itu tidak akan menyurutkan atau memberhentikan proses relokasi karena alasan itu tadi pelajaran COVID-19 yang mengharuskan pelaku usaha untuk mendiversifikasi pabrik tidak tergantung di satu negara di China saja," paparnya.
3. Risiko Ekspor
Tauhid menilai, Biden merupakan orang yang pro pada lingkungan. Menurutnya, kebijakan ekonomi yang bakal diambil AS akan mempertimbangkan aspek lingkungan.
"Ada dua hal menurut saya bisa saja dampak dari isu climate change zamannya Biden. Pertama, dia akan mencoba impor-impor yang punya teknologi ramah lingkungan. Minyak, gas, CPO, batu bara dan sebagainya yang tidak ramah lingkungan mungkin akan berkurang," katanya.
"Tapi di sisi lain ada kemungkinan industri-industri AS yang memiliki dampak lingkungan tinggi, protokol Kyoto nggak berlangsung mereka itu juga akan berpindah, akan memindahkan industri mereka yang tidak ramah lingkungan, kan harus dipatuhi," sambungnya.
Menurutnya, kebijakan Biden akan menjadi tantangan bagi Indonesia jika masih mengekspor barang mentah. Dia bilang, kemungkinan AS akan menerapkan standar tertentu untuk impor.
(acd/ara)