Vaksin Pfizer Cukup Buat 'Obat' Perekonomian?

Vaksin Pfizer Cukup Buat 'Obat' Perekonomian?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 10 Nov 2020 10:42 WIB
Pfizer Indonesia menginvestasikan teknologi otomatis terkini Restricted Access Barrier System (RABS) senilai USD 5 juta.
Foto: Istimewa
Jakarta -

Perusahaan farmasi raksasa Amerika Serikat (AS) Pfizer telah mengumumkan vaksin virus Corona (COVID-19) yang dikembangkannya telah efektif 90% untuk penyakit tersebut. Kehadiran vaksin itu dipercaya dapat menjadi salah satu faktor utama untuk pemulihan kesehatan dan perekonomian dari dampak pandemi Corona.

Namun, ternyata perekonomian Negeri Paman Sam tak bisa pulih sepenuhnya jika hanya mengandalkan vaksin Corona. Dilansir dari CNN, vaksin butuh waktu berbulan-bulan untuk dapat didistribusikan dan disuntikkan pada warga AS. Sementara itu, perekonomian masih terus berada dalam ambang tekanan. Oleh sebab itu, AS masih membutuhkan stimulus fiskal dan bantuan untuk masyarakat dalam menghadapi pandemi Corona.

"Anggota parlemen harus menyelesaikan jembatan yang mulai mereka bangun pada awal pandemi untuk membawa kita ke akhir pandemi ketika orang merasa nyaman pergi ke restoran dan permainan bola," kata Kepala Ekonom Moody's Analytics Mark Zandi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para ekonom telah mendesak Kongres untuk segera meningkatkan tunjangan pengangguran, pinjaman bagi UMKM, bantuan untuk industri pariwisata, dan bantuan tunai untuk mencegah PHK. Di sisi lain, pemerintah negara bagian tengah kesulitan karena penerimaan pajak yang berkurang drastis selama pandemi.

Selain itu, kasus baru Corona di AS juga masih meningkat. Begitu juga dengan jumlah pasien rumah sakit (RS), dan kasus kematian. Pada hari Sabtu (7/11) lalu saja, kasus baru Corona di AS memecah rekor hingga 126.742 kasus.

ADVERTISEMENT

Bahkan, Rhode Island baru saja mengumumkan kebijakan bekerja dari rumah kembali, dan pembatasan jam malam yang hanya sampai pukul 22.00 WIB setiap hari jumat, dan 10.30 WIB setiap hari Sabtu.

Seorang warga AS yang bernama Rainbow Rhodes mengaku hampir kelaparan karena tak memiliki uang di tengah pandemi. Ia yang dulunya bekerja sebagai bartender sudah berdiam di rumah sejak Maret lalu.

Ketika pemerintah AS menetapkan lockdown, pendapatan mingguannya yang semula US$ 1.000, kini menjadi nihil. Selain itu, sang suami yang berkarir sebagai musisi sudah tidak bekerja sejak musim semi. Padahal, mereka punya tiga anak perempuan, di mana dua orang berusia 20 tahun, dan 1 lagi sudah remaja.

"Saya sangat beruntung. Jika bukan karena teman dan keluarga, saya akan kelaparan. Suami saya dan saya tidak punya apa-apa," kata Rhodes.

Ia pun kini sehari-hari hanya makan dengan ramen atau telur. Selain itu, industri pariwisata AS juga masih sangat terpukul. Tingkat hunian atau okupansi hotel hampir sepertiga di bawah kondisi sebelum krisis.

Oleh karena itu, industri hotel masih membutuhkan bantuan untuk tetap bertahan sampai vaksin didistribusikan secara luas. Berita kehadiran vaksin Pfizer dikhawatirkan akan mengurangi tekanan pada Kongres agar segera menyetujui stimulus tambahan.


Hide Ads