Yogyakarta -
Banyaknya pedagang kaki lima (PKL) dan pemilik Toko di kawasan Malioboro yang mengeluh terkait uji coba bebas kendaraan di Malioboro mendapat tanggapan dari Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Sultan memohon maaf jika ada yang dirugikan dan ke depannya akan dilakukan evaluasi.
"Ha wong jenenge (kan namanya) itu baru uji coba. Ya uji coba itu ya uji coba, bukan fakta (permanen). Uji cobanya fakta tapi bukan itu permanen, ya uji coba," kata Sultan saat ditemui wartawan di Markas Satbrimobda Polda DIY, Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta (11/11/2020).
"Ya saya mohon maaf kalau ada yang merasa dirugikan. Tapi harapan saya kalau tidak begitu ya kita tidak bisa uji coba," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, karena masih bersifat uji coba maka pihaknya akan melakukan evaluasi. Pasalnya jika tidak uji coba maka pihaknya tidak akan tahu apa saja yang perlu dibenahi.
"Kalau memang tidak pas ya kita ubah, bukan berarti apa yang kita lakukan mesti seperti itu kan namanya uji coba," ujarnya.
Ngarsa Dalem juga mempersilakan kepada masyarakat yang keberatan dengan adanya uji coba Malioboro untuk mengemukakan pendapatnya. Semua itu untuk menentukan kebijakan yang pas bagi masyarakat.
"Yang penting kalau ada yang keberatan sampaikan, sehingga kita nanti juga kebijakannya pilihan terbaik," ucapnya.
Lanjut ke halaman berikutnya
Diberitakan sebelumnya, Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) mendatangi Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk mengkaji lagi soal uji coba Malioboro bebas kendaraan. Pasalnya para pemilik toko mengalami penurunan omzet hingga 80 persen.
Ketua PPMAY Sadana Mulyo mengatakan, kedatangan pihaknya karena upayanya mendatangi Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk menuntut dihentikannya uji coba Malioboro bebas kendaraan tak membuahkan hasil. Untuk itu pihaknya mendatangi Pemda DIY.
Pasalnya, Sudana menilai sebelum uji coba tidak ada audiensi dengan PPMAY. Padahal pihaknya menunggu audiensi tersebut.
"Tolonglah kalau misalnya kami itu diajak rembugan, artinya kalau ada apa-apa seperti kebijakan sekarang ini (Malioboro bebas kendaraan). Misalkan bagaimana kalau ada kebijakan gini dan mau bagaimana," ucapnya saat ditemui di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Selasa (10/11/2020).
"Tapi karena kami hidup di Malioboro dan Ahmad Yani ya mau gimana lagi, meski kami kaget dengan adanya pemberlakuan seperti itu," imbuh Sudana.
Apalagi selama pandemi ini omzet sudah turun banyak, kemudian ada pemberlakukan seperti ini. Padahal saat ini kegiatan ekonomi di Malioboro mulai menggeliat.
"Menurun 80 persen. Karena itu tolonglah pembuat kebijakan berilah kami napas dulu. Kira-kira kalau nantinya sudah bebas dari COVID-19, kemudian kalau ekonomi mulai membaik baru dilakukan sembari mempersiapkan infrastrukturnya seperti lapangan parkir dan lain-lain," katanya.
Terlebih dengan adanya bebas kendaraan di Malioboro membuat banyak pemilik toko kesusahan bongkar muat barang. Oleh karena itu pihaknya meminta uji coba dihentikan atau berganti jam pemberlakuannya.
"Sesungguhnya kalau Malioboro dibebaskan memang tampak lancar tapi bukan berarti lancar. Kami sebagai pengusaha di Malioboro marah. Karena itu kita minta agar segera diberhentikan karena efeknya kepada masyarakat di Malioboro tidak ada, malah merugikan," katanya.
"Apalagi ada yang menghuni di situ (toko di Malioboro), di situ bukan hanya untuk ekonomi tapi juga sosial. Nah, secara sosial tidak boleh ada yang masuk baik motor mobil," imbuhnya.