Pengusaha Minuman Beralkohol Merasa Dipersulit Bisnis di Indonesia

Pengusaha Minuman Beralkohol Merasa Dipersulit Bisnis di Indonesia

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 13 Nov 2020 15:57 WIB
Ilustrasi seorang wanita sedang mengonsumsi minuman beralkohol
Foto: Thinkstock
Jakarta -

Para pengusaha produsen, importir dan distributor minuman beralkohol merasa semakin dipersulit untuk berusaha di Indonesia. Apalagi saat ini muncul pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol oleh Badan Legislatif DPR.

Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno mengatakan, para pengusaha yang terkait minuman beralkohol merasa semakin diperberat untuk berusaha di Indonesia. Sebelum muncul RUU tersebut saja sudah ada banyak kebijakan yang mengatur minuman beralkohol.

"Kalau kami pelajari selama 15 tahun terakhir kalau terkait minuman beralkohol itu paling tidak ada 36 peraturan yang mengatur, mengawasi, membatasi kegiatan minuman beralkohol. Dari produksinya dibatasi ada kuotanya, harus memiliki izin, baik pusat maupun daerah. Kemudian harus melapor setiap peredaran per botolnya," ucapnya saat dihubungi detikcom, Jumat (13/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, lanjut Ipung, konsumennya juga dibatasi hanya yang berusia di atas 21 tahun. Lokasi penjualan juga dibatasi. Selain itu produk minuman beralkohol juga dilarang untuk beriklan di media manapun.

"Untuk promosinya sama sekali tidak boleh melakukan di media apapun, baik di majalah, koran, billboard. Sedangkan produk BKT, barang kena cukai lain seperti rokok jauh lebih longgar,"

ADVERTISEMENT

Pihaknya pun merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Hal itu dirasa karena mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dengan rokok. Padahal minuman beralkohol dan rokok sama-sama produk yang memberikan kontribusi cukai.

"Sebetulnya kita iri juga kalau jadi anak tiri. Perlakuannya sangat beda, yang satu longgar yang satu sangat ketat, pasti merasa jadi anak tiri. Apalagi sekarang ada RUU itu," tuturnya.

Ipung juga mengatakan, pihaknya merasa sangat dipersulit oleh kebijakan yang ada. Sebelumnya pemerintah juga membatasi penjualan minuman beralkohol dengan melarang penjualan di minimarket.

"Ya jelas kami merasa sangat dipersulit untuk berusaha spesifik untuk minuman beralkohol. Waktu dilarang untuk berjualan di minimarket itu juga kami mengajukan keberatan, tapi nasi sudah menjadi bubur. Kami membuat riset bersama dengan NU malah dampak dari larangan penjualan di minimarket itu hasilnya menyebutkan kasus oplosan meningkat drastis dari tahun ke tahun," tuturnya.

(das/dna)

Hide Ads