Pengusaha Minuman Alkohol Gelisah, Kasus Gagal Bayar Muncul Lagi

Round-Up Berita Terpopuler

Pengusaha Minuman Alkohol Gelisah, Kasus Gagal Bayar Muncul Lagi

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Minggu, 15 Nov 2020 21:01 WIB
Minuman Beralkohol
Foto: Minuman Beralkohol (Mindra Purnomo/tim infografis detikcom)
Jakarta -

Kembali munculnya kasus gagal bayar investasi menjadi salah satu berita yang paling banyak dibaca di akhir pekan ini, Minggu (15/11/2020). Berita mengenai kasus tersebut masuk jajaran berita terpopuler detikFinance.

Kasus kali ini menimpa nasabah PT Indosterling Optima Investa (IOI). Perkara tersebut merupakan gagal bayar untuk produk Indosterling High Yield Promissory Notes (HYPN). Produk investasi ini menjanjikan imbal hasil 9% hingga 12% setiap tahunnya.

Karena gagal bayar, perkara ini berlanjut melalui permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya itu, berita populer lainnya ialah mengenai penandatangan perjanjian dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bersama 14 negara di ASEAN dan mitra di luar ASEAN. Serta, pengusaha yang khawatir dengan penerapan RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Mau tahu informasi selengkapnya? Simak berita terpopuler sebagai berikut.

ADVERTISEMENT

Muncul Lagi Kasus Gagal Bayar

Kasus gagal bayar yang menimpa nasabah PT Indosterling Optima Investa (IOI) ini berlanjut melalui permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Jumlah nasabah Indosterling diperkirakan mencapai 2.000 orang.

"Kalau menurut PKPU, nasabah Indosterling mencapai 1.200-2.000 orang, dengan total dana dihimpun kurang lebih Rp 2-3 triliun. Tapi berdasarkan terlapor bilangnya Rp 1,99 triliun," kata Pengacara sejumlah nasabah IOI, Andreas saat dihubungi detikcom, Minggu (15/11/2020).

Pengacara dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm itu menaungi 58 nasabah IOI dengan total kepemilikan dana di produk investasi HYPN sebanyak Rp 95 miliar.

Klien Andreas memilih tidak ikut dalam PKPU. Mereka memilih jalur pidana dengan melaporkan ke Bareskrim Polri sejak 6 Juli 2020. Ada 3 pihak yang dilaporkan yakni PT IOI, SWH (Sean William Hanley) selaku direktur dan JBP (Juli Berliana Posman) selaku komisaris.

"PKPU sudah putus cuma klien saya itu tidak ikut di PKPU-nya. Mereka lebih memilih jalur pidana. Kalau PKPU kan bisa aset itu kalau pailit, kalau tidak ya akan lama. Mereka menawarkan pencairan kalau tidak salah 4-7 tahun. Klien saya tidak mau, mereka maunya sesuai perjanjian saja, atau minimal kembalikan sekian sisanya boleh pakai aset," terangnya.

RI Ikut Perjanjian Kerja Sama Dagang 15 Negara

Indonesia baru saja meneken perjanjian dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bersama 14 negara di ASEAN dan mitra di luar ASEAN. Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto hal itu bisa mendukung pemulihan ekonomi yang saat ini mengalami resesi.

"RCEP merupakan kesepakatan perdagangan regional terbesar di dunia dan diharapkan dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dunia dari resesi global terparah sejak perang dunia kedua ini," kata Agus di Jakarta, Minggu (15/11/2020).

Dia mengatakan perjanjian RCEP sangat komprehensif meskipun tidak selengkap dan sedalam perjanjian regional lainnya, seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CP-TPP).

Agus menegaskan, RCEP akan mendorong Indonesia lebih jauh ke dalam rantai pasok global (global supply chain) dengan memanfaatkan backward linkage, yakni memenuhi kebutuhan bahan baku atau bahan penolong yang lebih kompetitif dari negara RCEP lainnya. Lalu pemanfaatan forward linkage, yakni dengan memasok bahan baku atau bahan penolong ke negara RCEP lainnya. Dia yakin hal tersebut akan mengubah RCEP menjadi sebuah regional power house.

"Indonesia harus memanfaatkan arah perkembangan ini dengan segera memperbaiki iklim investasi, mewujudkan kemudahan lalu-lintas barang dan jasa, meningkatkan daya saing infrastruktur dan suprastruktur ekonomi, dan terus mengamati serta merespons tren konsumen dunia," paparnya.

Pengusaha Minuman Alkohol Gelisah

Sementara itu, pengusaha minuman beralkohol tengah dibuat pusing. Selain munculnya kembali pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol, pemerintah juga berniat untuk menaikkan target cukai untuk minuman beralkohol.

"Saya dengar dari Bea Cukai, cukai ini mau dinaikkan, targetnya cukai minol jadi Rp 9 triliun. Makanya kita pelaku usaha juga dicecar, terus ini mau dilarang, matilah kita," ucapnya saat dihubungi detikcom, Minggu (15/11/2020).

Sementara di DPR melalui Badan Legislasi tengah bergulir pembahasan Larangan Minuman Beralkohol. Isi dari draft RUU itu menyebutkan pelarangan produksi, penjualan hingga konsumsi minuman beralkohol dengan beberapa pengecualian.

Menurut Stefanus, rencana DPR itu berseberangan dengan upaya pemerintah yang ingin menaikkan cukai minuman beralkohol. Justru jika pemerintah ingin menambah penerimaan dari minuman beralkohol, petani-petani arak di daerah dibina.

Sehingga bisa menghasilkan produk minol yang aman dan bisa menjual produknya mengikuti aturan yang berlaku. Termasuk dikenakan cukai.

"Kita juga sudah ngomong, sebaiknya petani-petani arak kita itu harus dikumpulkan atau dicarikan 1 perusahaan yang cukup kuat yang mau membantu. Lalu disubsidi oleh pemerintah dibikin menjadi legal. Kalau mereka nggak punya alat, dimodalin, jadi mereka produk yang legal. Karena itu bisa menjadi income yang bagus, karena mereka kan harus bayar cukai," ucapnya.


Hide Ads