Balada Minol Dilarang-Cukai Dinaikkan

Balada Minol Dilarang-Cukai Dinaikkan

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 16 Nov 2020 06:00 WIB
minuman keras berakohol. Agung Pambudhy/ilustrasi/detikfoto
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Legislasi kembali membahas RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol). Isi dari draft RUU itu menyebutkan pelarangan produksi, penjualan hingga konsumsi minuman beralkohol dengan beberapa pengecualian.

Para pengusaha minuman beralkohol tengah pusing. Selain mendengar kabar RUU itu, mereka juga mendengar adanya rencana pemerintah menaikkan cukai minuman beralkohol.

"Saya dengar dari Bea Cukai, cukai ini mau dinaikkan, targetnya cukai minol jadi Rp 9 triliun. Makanya kita pelaku usaha juga dicecar, terus ini mau dilarang, matilah kita," ucapnya saat dihubungi detikcom, Minggu (15/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara di DPR melalui Badan Legislasi tengah bergulir pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol. Isi dari draft RUU itu menyebutkan pelarangan produksi, penjualan hingga konsumsi minuman beralkohol dengan beberapa pengecualian.

Menurut Stefanus, rencana DPR itu berseberangan dengan upaya pemerintah yang ingin menaikkan cukai minuman beralkohol. Justru jika pemerintah ingin menambah penerimaan dari minuman beralkohol, petani-petani arak di daerah dibina.

ADVERTISEMENT

Sehingga bisa menghasilkan produk minol yang aman dan bisa menjual produknya mengikuti aturan yang berlaku. Termasuk dikenakan cukai.

"Kita juga sudah ngomong, sebaiknya petani-petani arak kita itu harus dikumpulkan atau dicarikan 1 perusahaan yang cukup kuat yang mau membantu. Lalu disubsidi oleh pemerintah dibikin menjadi legal. Kalau mereka nggak punya alat, dimodalin, jadi mereka produk yang legal. Karena itu bisa menjadi income yang bagus, karena mereka kan harus bayar cukai," ucapnya.

Simak video 'Sanksi Bui 2 Tahun dan Poin Penting di RUU Larangan Minuman Beralkohol':

[Gambas:Video 20detik]



Para pengusaha produsen, importir dan distributor tentu menolak pembentukan RUU tersebut. Mereka juga meminta DPR untuk mempertimbangkan nasib dari para pembuat minuman daerah atau yang mereka sebut petani arak.

"Justru itu, makanya urgensinya DPR di tengah situasi ekonomi yang sulit nggak ada sama sekali. Misalnya Cap Tikus, itu kan bisa menghidupi ratusan keluarga petani untuk menghasilkan bahan pembuat Cap Tikus," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno kepada detikcom.

Di tengah pembahasan RUU itu, di Manado menurut Ipung tengah diupayakan untuk mendorong petani arak agar disertifikasi dengan melakukan perbaikan pada pabriknya. Sehingga mengikuti standar pangan yang baik.

"Sehingga aman. itu kan bisa mengharumkan nama daerahnya kalau bisa diekspor. Kalau di Prancis ada wine, kalau di Amerika ada Bourbon, kenapa tidak di Indonesia ada Cap Tikus, Brem atau Arak Bali," ucapnya.

Menurutnya selain Cap Tikus masih banyak deretan minuman khas daerah di Indonesia dengan jumlah petani arak yang cukup banyak. Oleh karena itu dia berharap DPR juga memikirkan nasib para petani arak.

"Bisa dibayangkan bisnis ini dilarang ada berapa ratus ribu orang yang kehilangan pekerjaan. Musiknya DPR fokuslah bagaimana memulihkan perekonomian," ucapnya.


Hide Ads