Para pengusaha produsen, importir dan distributor tentu menolak pembentukan RUU tersebut. Mereka juga meminta DPR untuk mempertimbangkan nasib dari para pembuat minuman daerah atau yang mereka sebut petani arak.
"Justru itu, makanya urgensinya DPR di tengah situasi ekonomi yang sulit nggak ada sama sekali. Misalnya Cap Tikus, itu kan bisa menghidupi ratusan keluarga petani untuk menghasilkan bahan pembuat Cap Tikus," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah pembahasan RUU itu, di Manado menurut Ipung tengah diupayakan untuk mendorong petani arak agar disertifikasi dengan melakukan perbaikan pada pabriknya. Sehingga mengikuti standar pangan yang baik.
"Sehingga aman. itu kan bisa mengharumkan nama daerahnya kalau bisa diekspor. Kalau di Prancis ada wine, kalau di Amerika ada Bourbon, kenapa tidak di Indonesia ada Cap Tikus, Brem atau Arak Bali," ucapnya.
Menurutnya selain Cap Tikus masih banyak deretan minuman khas daerah di Indonesia dengan jumlah petani arak yang cukup banyak. Oleh karena itu dia berharap DPR juga memikirkan nasib para petani arak.
"Bisa dibayangkan bisnis ini dilarang ada berapa ratus ribu orang yang kehilangan pekerjaan. Musiknya DPR fokuslah bagaimana memulihkan perekonomian," ucapnya.
(das/fdl)