Henry menegaskan bahwa lima dimensi yang dikemukakan bu Sri Mulyani sebagaimana marak di berbagai media tidak menyebutkan pelaku industri sebagai dimensi penting dalam rencana membuat kebijakan CHT 2021.
Kedua, rencana Kementerian Keuangan menaikkan tarif CHT 2021 antara 13-20% sebagaimana disampaikan di media massa kurang tepat di tengah pelemahan kinerja IHT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenaikan tarif CHT 2020 yang sangat tinggi dan pelemahan daya beli akibat pandemi Covid-19 salah satu berdampak pada sektor IHT," terang Henry Najoan.
Ketiga, rencana kebijakan kenaikan tarif CHT belum pernah dikomunikasikan dengan pelaku usaha. Karenanya Perkumpulan GAPPRI berharap sebaiknya perumusan kebijakan tersebut dilakukan secara transparan dan terukur, tidak mengorbankan IHT.
Perkumpulan GAPPRI berharap industri hasil tembakau (IHT) diberikan kesempatan untuk melakukan pemulihan paling sedikit dua tahun. Pihaknya juga berharap pemerintah agar mendengar aspirasi pelaku usaha, sehingga pertimbangan objektif akan menjadi lebih bijak dan harmonis.
"Salah satu aspirasi pelaku usaha yang patut dipertimbangkan adalah tidak menaikkan cukai hasil tembakau rokok setelah tahun ini. Sebab, IHT dua kali dihantam badai. Badai akibat kenaikan cukai 23% dan harga jual eceran (HJE) 35% dan pandemi Covid-19," paparnya.
Henry menambahkan, tidak adanya kenaikan CHT akan mempercepat recovery bagi IHT. Percepatan recovery juga selaras dengan program pemerintah yang tengah fokus melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi.
"Pemulihan ekonomi yang semakin cepat, akan menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau," ujar Henry.
(fdl/fdl)