Ketiga, outsourcing seumur hidup. Dia menjelaskan UU No 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 64 dan 65 UU No 13 Tahun 2003. Selain itu, juga menghapus batasan 5 (lima) jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, catering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.
Dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di dalam pekerjaan utama atau pekerjaan pokok dalam sebuah perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing. Hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur. Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan istilah modern slavery (perbudakan modern).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya. Karena dalam praktik, agen outsourcing sering berlepas tangan untuk bertanggungjawab terhadap masa depan pekerjanya.
Keempat, nilai pesangon dikurangi. UU No 11 tahun 2020 mengurangi nilai pesangon buruh, dari 32 bulan upah menjadi 25 upah (19 dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan).
Baca juga: Luhut 'Bawa' Omnibus Law ke Bos Bank Dunia |
Hal ini dianggap merugikan buruh Indonesia, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Bandingkan dengan Malaysia. Di sana, jumlah pesangon antara 5-6 bulan upah. Tetapi nilai iuran jaminan hari tua dan pensiun buruh Malaysia mencapai 23%. Sedangkan buruh Indonesia nilai JHT dan pensiunnya hanya 8,7%. Akibat nilai jaminan sosial yang lebih kecil itulah, wajar jika kemudian negara melindungi buruh melalui skema pesangon yang lebih baik.
Hal lainnya yang disoroti buruh dari UU No 11 Tahun 2020 adalah PHK menjadi mudah dengan hilangnya frasa 'batal demi hukum' terhadap PHK yang belum ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Lalu, TKA buruh kasar cenderung akan mudah masuk ke Indonesia karena kewajiban memiliki izin tertulis menteri diubah menjadi kewajiban memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang sifatnya pengesahan. Serta, cuti panjang berpotensi hilang karena menggunakan frasa 'dapat' dan jam kerja dalam penjelasan UU No 11 Tahun 2020 memberi peluang ketidakjelasan batas waktu kerja.
(toy/eds)