Deputi bidang Kerja Sama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno mengatakan, kehadiran Undang-undang (UU) Cipta Kerja ditujukan untuk mempermudah pelaku usaha dalam mendirikan kegiatan usaha di Indonesia.
"Upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi, UU Cipta Kerja ini hadir dalam memenuhi kebutuhan pelaku usaha dalam memulai kegiatan usaha. Pelaku usaha ini yang penting terkait adanya kecepatan, kemudahan, efisiensi, dan kepastian hukum. Dan prinsip ini diwujudkan secara nyata di dalam UU Cipta Kerja," kata Riyatno dalam Economic Outlook 2021 yang disiarkan di kanal Youtube BeritaSatu, Selasa (24/11/2020).
Salah satu wujud kemudahannya ialah menetapkan izin berusaha berbasis risiko. Meski begitu, UU Cipta Kerja tetap mempermudah izin bagi perusahaan berisiko tinggi, misalnya bisa membangun pabrik terlebih dahulu, lalu pengajuan izin usaha bisa diurus di belakang.
"Jadi untuk izin usahanya memang di belakang, karena yang kami sampaikan kalau risikonya tinggi, nah ini perlu AMDAL. Ketika semua sudah siap untuk operasional, baru izin itu dikeluarkan," jelas Riyatno.
Sebelum membangun pabrik itu, para pengusaha di sektor berisiko tinggi hanya perlu mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB). Selanjutnya, pembangunan pabrik, persiapan operasional dan komersial sudah bisa dilakukan.
"Jadi biasanya untuk industri membutuhkan waktu 2 tahun mulai dari membangun pabrik, sampai persiapan untuk produksi komersial, maka baru untuk izinnya keluar. Ini untuk izinnya, karena memang ini risiko tinggi. Tetapi untuk persiapan dengan NIB, sebenarnya pelaku usaha sudah bisa melakukan persiapan untuk membangun pabriknya," ujarnya.
Meski belum mengantongi izin usaha ketika pabrik sudah jadi, ia meyakini jika sudah memenuhi syara dan izin lingkungan, izin usaha itu akan terbit. Ia meyakini, tahap ini justru tidak menimbulkan risiko bagi pengusaha.
"Karena ini kan risikonya tinggi, maka harus memenuhi ketentuan terlebih dahulu, baru izinnya keluar. Tentu kalau sudah memenuhi ketentuan. Jadi kalau sudah memenuhi syarat, mestinya bisa langsung keluar, karena izinnya pakai sistem semua. Ini wajib pakai OSS (online single submission) bagi di pusat dan daerah," tegas dia.
Sementara itu, untuk perusahaan berisiko rendah hanya memerlukan NIB untuk mulai beroperasi. Kemudian, untuk perusahaan berisiko menengah-rendah hanya perlu mengantongi NIB dan standar.
"Berbeda dengan yang menengah, apalagi kalau menengah-rendah, ketika memperoleh NIB dan standar, langsung bisa persiapan operasional dan komersial. Apalagi yang risiko rendah, itu cukup NIB saja, 1-2 lembar langsung bisa untuk persiapan operasional dan komersial. Bahkan mencakup sertifikat halal dan SNI (Standar Nasional Indonesia)," pungkasnya.
(zlf/zlf)