Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan usaha produksi logam mengalami gulung tikar. Contohnya, selama pandemi ini pelaku UMKM logam sulit untuk memasarkan barangnya. Hal tersebut terjadi karena ada pembatasan sosial terjadi di beberapa wilayah.
"Karena mayoritas membuat pisau standar bawah (menengah ke bawah). Paling Rp 2 ribu dengan harga produk harus banyak. Produk banyak kondisi pandemi ini tidak bisa menjual. Ada PSBB, ada tidak boleh di pasar dan hambatan lain dan terus. Perajin terdampak," kata Syahri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahan baku ada, produksi ada tapi tidak bisa menjual," sambungnya.
Kebanyakan kata dia perajin UMKM logam memproduksi pisau dapur, peralatan bangunan, hingga alat pertanian. Ke depan dia berharap agar para perajin mampu meningkatkan kualitas logam. Sehingga mampu menembus pasaran menengah ke atas.
"Kebanyakan, pisau dapur biasa. Itu kebutuhan pokok. Jadi dibutuhkan lain. Produk perluasannya alat bangunan, pertanian. Kita sarankan produksi pisau menengah ke atas. Dengan pisau yang memiliki kualitas bagus. Meski mahal tapi kualitas juga bagus," tandas Syahri.
(hns/hns)