Induk Topshop-Dorothy Perkins Bangkrut!

Induk Topshop-Dorothy Perkins Bangkrut!

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 01 Des 2020 11:02 WIB
PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) sudah menutup beberapa gerai ritel. Sebut saja Lotus, Debenhams, dan kini ada Dorothy Perkins. Yuk lihat foto-fotonya.
Foto: Danang Sugianto/Ari Saputra
Jakarta -

Induk merek busana ternama dunia seperti Topshop, Topman, Dorothy Perkins, Miss Selfridge, dan Evans yakni Arcadia Group mengajukan pailit atau bangkrut. Ritel pakaian raksasa asal Inggris itu telah mengajukan permohonan pailit melalui kuasa hukum perusahaan, yakni Deloitte.

Arcadia telah mencari jalan keluar dari krisis pandemi Corona selama ini kepada sejumlah investor demi menyelamatkan 13.000 pekerja. Namun, dampak pandemi tak kunjung meninggalkan perusahaan itu.

Pengajuan pailit dari Arcadia telah menyesuaikan aturan perlindungan kebangkrutan Bab 11 di Amerika Serikat (AS). Deloitte mengatakan, tidak ada redundansi dari pengajuan ini, dan toko-toko pakaiannya akan terus beroperasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini adalah hari yang sangat menyedihkan bagi semua kolega, pemasok, dan berbagai pemangku kepentingan di Arcadia. Dampak pandemi Corona, termasuk penutupan permanen sejumlah toko kami menunjukkan dampak yang besar pada perdagangan semua merek di bawah perusahaan kami," kata CEO Arcadia Ian Grabiner dalam pernyataan resminya dikutip dari CNN, Selasa (1/12/2020).

Sejak awal 2020, Arcadia telah memangkas 500 pekerja di kantor pusatnya. Arcadia memang sudah mengalami kerugian sejak 2019, namun berhasil menghindari kebangkrutan pada Juni 2019 melalui negosiasi pembayaran utang dan melakukan restrukturisasi bisnis. Kala itu, Arcadia telah menutup sekitar 50 toko di seluruh Inggris dan Irlandia, dan 11 toko Topshop dan Topman di Amerika Serikat (AS).

ADVERTISEMENT

Kematian Arcadia akan semakin menodai reputasi pemiliknya Phillip Green, yang pernah dianggap sebagai salah satu pengusaha ritel paling sukses di Inggris yang dianugerahi gelar bangsawan pada tahun 2006 atas jasanya di industri tersebut.

Namun, Green telah menerima berbagai tekanan sejak beberapa tahun terakhir. Tekanan itu berawal dari runtuhnya departemen store British Home Store (BHS) pada 2016. Toko pakaian terbesarnya itu telah eksis selama 15 tahun.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Setelah BHS bangkrut, anggota parlemen Inggris mengatakan dalam sebuah laporan bahwa Green telah melemahkan perusahaan karena ratusan juta poundsterling untuk kepentingan keluarganya, dan memilih untuk melepaskan gelar ksatrianya. Di bawah tekanan dari regulator, Green akhirnya mengeluarkan ÂŖ 363 juta atau sekitar Rp 6,86 triliun (kurs Rp 18.907) untuk mendanai mantan karyawan yang pensiun.

Di sisi lain, perusahaan ritel Inggris lainnya yakni Frasers Group menyatakan telah menawarkan pinjaman sebesar ÂŖ 50 juta atau sekitar Rp 945 miliar. Namun, menurut CEO Frasers, Mike Ashley, Arcadia menolak pinjaman tersebut tanpa memberikan alasan apapun.

Menurut analis pakaian senior di GlobalData, Chloe Collins, Arcadia telah kehilangan relevansinya selama bertahun-tahun. Mulai dari berinvestasi yang terlalu sedikit dalam penawaran digital, serta kehilangan pangsa pasar dari saingan online seperti Boohoo dan Asos (ASOMY).

Meski begitu, pada pekan lalu Arcadia mengumumkan, pihaknya berencana untuk membuka kembali toko-toko di Inggris dan Irlandia jika kebijakan lockdown dilonggarkan pada esok hari, Rabu (2/12).

(ara/ara)

Hide Ads