Driver Ojol Tolak 'Perkawinan' Rp 1.000 Triliun Gojek-Grab

Driver Ojol Tolak 'Perkawinan' Rp 1.000 Triliun Gojek-Grab

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 04 Des 2020 06:10 WIB
Gojek-Grab Kawin
Ilustrasi/Foto: Gojek-Grab 'Kawin' (Tim Infografis Fuad Hasim)
Jakarta -

Kabar penggabungan usaha atau merger Gojek dan Grab ditentang oleh para driver ojek online. Penggabungan kedua entitas itu dinilai dapat melanggar hukum dan bisa menimbulkan monopoli.

"Itu merupakan upaya penguasaan bisnis transportasi online di Indonesia dan secara UU ini pelanggaran hukum, ini monopoli. Kami tidak setuju," kata Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril saat dihubungi detikcom, Kamis (3/12/2020).

Pria yang akrab disapa Ariel itu menilai adanya merger Gojek dan Grab dapat merugikan pengemudi selaku mitra. Dia meminta keduanya mengikuti regulasi yang sudah ada saja, tanpa perlu melakukan penggabungan usaha.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang saja mereka menyusahkan kita sebagai mitranya, apalagi kalau mereka bergabung. Bagi kami besar tidaknya aplikasi nggak penting, yang penting adalah aplikasi harus mengikuti regulasi di Indonesia," ucapnya.

Setali tiga uang, Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Igun Wicaksono juga tak setuju jika kedua perusahaan startup terbesar di Asia Tenggara itu digabung. Dia khawatir akan ada permainan pasar yang bisa mempengaruhi tarif karena keduanya sangat dominan.

ADVERTISEMENT

"Kalau dari kami kurang setuju ada merger karena dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan tidak sehat, artinya mereka bisa melakukan monopoli pasar. Dengan adanya merger pastinya mereka akan menjadi sangat dominan nanti di pasar, sehingga bisa menimbulkan pengaruh, baik itu dari sisi tarif," kata Igun dihubungi terpisah.

Jika alasannya untuk meningkatkan pelayanan, Igun menyebut tanpa merger pun hal itu bisa dilakukan. Tanpa merger, keduanya bisa saling bersaing untuk memberikan pelayanan terbaik.

Apa kata Gojek dan Grab? Klik halaman selanjutnya.

Perwakilan dari Gojek tidak mau banyak komentar soal kabar tersebut. Dia menyebut kabar itu hanya spekulasi pasar.

"Kami tidak dapat menanggapi rumor yang beredar di pasar," kata Chief Corporate Affairs Gojek, Nila Marita kepada detikcom.

Nila menyampaikan bahwa fundamental bisnis Gojek semakin kuat bahkan di masa pandemi. Beberapa layanan mereka dijelaskannya telah mencatatkan kontribusi margin positif.

"Kami terus memprioritaskan pertumbuhan yang berkelanjutan untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna dan mitra kami di seluruh tempat kami beroperasi," ujarnya.

Pihak Grab melalui Communications Senior Manager Grab Indonesia, Dewi Nuraini juga menyatakan bahwa kabar merger Grab dengan Gojek hanyalah spekulasi pasar.

"Terima kasih atas pertanyaannya namun kami tidak berkomentar mengenai spekulasi yang beredar di pasar," imbuhnya.

Sebelumnya diketahui berdasarkan salah satu sumber dari Bloomberg, detail akhir kesepakatan merger Gojek dan Grab sedang dikerjakan di antara para pemimpin paling senior di setiap perusahaan. Dengan partisipasi Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp., investor utama Grab.

Keduanya dikabarkan telah mempersempit perbedaan pendapat, meskipun beberapa bagian dari perjanjian masih perlu dinegosiasikan.

Kabarnya, pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia dengan merek Gojek.

Sebelumnya diberitakan oleh Tech in Asia, jika memang kedua perusahaan ini merger maka bisa menghasilkan omzet hingga US$ 16,7 miliar atau setara dengan Rp 240 triliun per tahun. Valuasinya bahkan mencapai US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 pada 2025.


Hide Ads