Kabar penggabungan usaha atau merger Gojek dan Grab belakangan kembali mencuat. Jika itu benar terjadi, maka dua merek tersebut akan menjadi perusahaan layanan transportasi online raksasa.
Kabar itu pun mendapatkan respons dari para kompetitor. Salah satu pesaingnya, Maxim menanggapi dengan santai. Maxim berpendapat, wajar jika keduanya bergabung karena desakan dari para investor, salah satunya Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp yang merupakan investor utama Grab dan mendukung adanya merger.
"Keduanya memiliki investor yang sama, sehingga hal yang wajar kalau dari sisi investor memiliki kepentingan kalau boleh dibilang untuk mengamankan investasinya sehingga berharap untuk mereka disatukan. Warnanya sudah sama, hijau, ya wajar saja kalau jadi satu," kata Development Manager Maxim, Imam Mutamad Azhar kepada detikcom, Jumat (4/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun Imam memandang jika kebijakan merger tersebut dapat menjadi monopoli. Namun, dia membiarkan agar masyarakat sendiri yang menilai dan merespons nantinya jika merger tersebut benar terjadi.
"Kami tidak melihat hal itu sebagai sesuatu yang fair apalagi ke pasar. Tapi biar market yang menilai, katanya karya anak bangsa, tapi bangsanya siapa? Kita kalau memang bisnis bisa manfaat sama masyarakat, apalagi dengan bangsa sendiri ya lakukan saja nggak perlu gimana-gimana. Toh pada akhirnya kalau terjadi begini kekuatan modal yang bicara, bukan bicara lagi fanatisme, nasionalisme," ucapnya.
Pesaing lainnya, Anterin meminta agar pemerintah ikut turun tangan untuk mengawasi kabar merger tersebut. CEO Anterin Imron Hamzah menilai merger Gojek dan Grab bisa mengganggu keamanan data masyarakat Indonesia karena kepemilikan saham keduanya mayoritas dimiliki asing.
"Jika merger terjadi, maka potensi terjadi monopoli pasar dan pemerintah harus turun tangan. Apalagi mayoritas kepemilikan saham kedua aplikasi tersebut adalah asing sehingga berpotensi mengganggu kedaulatan data di Indonesia," kata Imron saat dihubungi terpisah.