Kekhawatiran yang pertama adalah apabila merger dilakukan bisa memicu pemutusan mitra driver secara massal. Menurut Igun, banyak perusahaan yang melakukan merger cepat atau lambat akan melakukan efisiensi.
Bukan tidak mungkin menurutnya, efisiensi juga dilakukan oleh Gojek dan Grab bila melakukan merger dengan mengurangi jumlah mitra.
"Para mitra ini resah, namanya akuisisi merger ini kalau terjadi pasti di mana mana selanjutnya aksi korporasi efisiensi. Mereka resah ini jadi gelombang pemutusan mitra sepihak kalau merger jadi dilakukan," kata Igun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian yang kedua, Igun menilai selama ini aplikator masih kurang memperhatikan kesejahteraan mitra drivernya. Dia khawatir hal ini terus berlanjut apabila merger Gojek dan Grab diwujudkan.
"Kinerja korporasi aplikator masih jauh ideal dan berimbang dalam hal transparansi nasib mitranya, baik jaminan sosial dan kesejahteraannya. Kami tidak yakin hal ini akan lebih baik bila merger terjadi," kata Igun.
Kekhawatiran yang ketiga adalah soal ancaman monopoli bisnis jasa transportasi online. Saat ini saja tanpa merger, Gojek dan Grab sudah menguasai pasar.
Memang, beberapa pesaing sudah muncul, namun pihaknya menilai belum cukup kuat untuk menyaingi Gojek dan Grab. Apalagi kalau merger Gojek dan Grab benar-benar dilakukan.
"Memang persaingan masih ada, cuma ya kami memandang belum kuat. Ini yang eksis dua aja sudah kuat, bagaimana kalau dimerger. Khawatirnya ini jadi penguasaan monopoli digitalnya dan juga transportasinya," ujar Igun.
(ara/ara)