Pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 695,2 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) dari dampak pandemi COVID-19. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran itu harus direalisasikan secepat mungkin, namun semakin memperbesar ancaman korupsi.
"Ada ancaman lain juga pada saat harus bekerja tergesa-gesa, cepat dalam suasana emergency, yakni ancaman korupsi. Ancaman orang-orang yang melakukan tindakan korupsi atau bahkan menggunakan kelemahan atau ketidaksempurnaan sistem untuk kepentingan pribadi," ungkapnya dalam webinar Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2020, Kamis (10/12/2020).
Mengapa ancaman korupsi semakin besar? Pasalnya, Sri Mulyani mengungkapkan ketika merealisasikan anggaran tersebut, pemerintah memiliki keterbatasan data penerima.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita terus menerus bekerja dengan kementerian/lembaga dan daerah untuk mendapatkan data nama lokasi apa yang dilakukan.Sebelum BNPB dalam melaksanakan tugas sebagai ketua satgas yang biasanya menangani krisis bencana alam, sekarang bencana penyakit, sangat berbeda. Karena itu kita dihadapkan tantangan yang harus kita siap, meski tidak ideal dan tidak sempurna," terang Sri Mulyani.
Di sisi lain, pejabat pemerintah selaku pelaksana dalam penyaluran dana PEN ke masyarakat itu harus punya integritas. Ia menegaskan, jajaran pemerintah untuk tidak selalu merasa puas dengan sistem yang ada, terutama di Kementerian Keuangan.
"Jangan dianggap sudah biasa,jangan jumawa, jangan lengah. Saya minta setiap individu, unit-unit terkecil hingga terbesar, semua harus tetap waspada," tegas Sri Mulyani.
Lanjut halaman berikutnya>>>