Pemerhati Ketahanan Pangan, Prof. Tjipta Lesmana menilai kinerja sektor pertanian di era Kabinet Indonesia maju mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari kinerja Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam membangun sektor pertanian hingga menjadi satu-satunya sektor yang menyelamatkan perekonomian nasional di tengah pandemi COVID-19.
"Ketika namanya disebut-sebut sebagai calon kuat Menteri Pertanian, banyak orang yang terkejut, sekaligus skeptis. Syahrul Yasin Limpo jadi Mentan? Apa Jokowi tidak salah pilih? Apa pengalaman Yasin Limpo di bidang pertanian?. Ternyata, setelah satu tahun menjabat, kinerja sektor Pertanian boleh dikatakan membanggakan, sangat mengejutkan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (11/12/2020).
Ia menjelaskan di tengah pandemi yang menghambat perekonomian Indonesia, sektor pertanian masih bisa berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data BPS, tercatat sepanjang Januari-September 2020, kontribusi PDB pertanian sebesar 2,15%. Sementara pertumbuhan sektor lainnya mengalami penurunan, antara lain perdagangan -5,03%, konstruksi -4,52%, jasa keuangan -0,95%.
Tjipta menambahkan Nilai Tukar Petani (NTP) sepanjang Oktober 2020 naik 0,58% atau 102,25, dibandingkan NTP September 2020 sebesar 101,66. Kenaikan ini juga terjadi pada Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) pada November 2020, yang secara keseluruhan naik 0,84%. Sementara itu NTUP sub-sektor tanaman perkebunan rakyat meningkat paling besar sebanyak 2,53% dan menyusul Hortikultura sebanyak 2,13%,
"Mungkin ada pihak yang mengatakan kenaikan ini tidak terlalu besar, tapi cukup signifikan. Jangan lupa, angka-angka ini tercipta ketika negara kita diamuk oleh pandemi COVID-19 yang begitu ganas, ketika negara harus mengeluarkan ratusan triliun rupiah untuk menangani Corona, terutama untuk menolong puluhan juta rakyat yang dihantam kesulitan hidup, peningkatan kemiskinan dan PHK," ujarnya.
"Yang juga menggembirakan adalah ekspor sektor pertanian selama Januari-September berhasil mengalami kenaikan sebesar 10,12%. Ekspor sektor-sektor lain, hampir semua, mengalami kontraksi," imbuhnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan dari 11 komoditas pangan, saat ini hanya bawang putih, daging sapi dan gula yang masih impor. Menurutnya, persoalan daging sapi menjadi isu yang kontroversial.
Adapun dalam beberapa tahun lalu, komoditas ini mengalami kenaikan harga yang tak terkendali, terutama mendekati bulan Puasa waktu itu.
"Faktor tangan-tangan kotor tampaknya sulit dibantah di balik harga daging sapi yang lepas kendali ketika itu. Indonesia seperti sudah dikendalikan oleh Australia untuk urusan daging sapi," katanya.
Dari segi produk beras, Tjipta menilai Syahrul sudah memahami kondisi polemik soal tingginya harga beras pada tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, produksi beras sepanjang 2020 diawasi ketat.
"Dari Januari hingga November 2020 produksi beras mencapai 30,51 juta ton, sedikit lebih tinggi dibandingkan angka tahun lalu sebesar 30,33 ton," tegasnya.
Ia juga menegaskan sepanjang tahun 2020, Indonesia tidak melakukan impor beras. Bahkan, harga beras pun cenderung stabil
"Yang jelas, sepanjang tahun 2020 tidak ada impor beras, dan harga pun relatif stabil. Saat ini stok beras nasional berkisar 8 juta ton, lebih tinggi dibandingkan angka tahun lalu, 5,9 juta ton," pungkasnya.
(ega/ega)