Bahas Anggaran Darurat Corona, Sri Mulyani Singgung Menteri Korupsi

Bahas Anggaran Darurat Corona, Sri Mulyani Singgung Menteri Korupsi

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 16 Des 2020 21:35 WIB
Ilustrasi dan Profil Sri Mulyani
Foto: Profil Sri Mulyani (Fauzan Kamil/Infografis detikcom)
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi pembicara dalam seminar internasional dengan International Budget Partnership (IBP). Dalam seminar virtual itu, Sri Mulyani bercerita soal upaya pemerintah merombak APBN 2020 untuk situasi darurat pandemi virus Corona (COVID-19).

Ketika menjabarkan langkah pemerintah merombak anggaran dalam waktu singkat, ia sempat menyinggung seorang menteri yang masih mencari celah korupsi demi keuntungan pribadi.

"Di situasi darurat, kita ketahui selalu ada orang yang berusaha mengambil keuntungan. Baik dalam bentuk moral hazard, atau pun korupsi. Jadi Anda harus sangat kuat untuk menghindari potensi moral hazard. Di Indonesia, kami bekerja sama dengan auditor internal, dan kami juga bekerja sama dengan penegak hukum. Khususnya mereka ini mengetahui rancangan anggaran, jadi mereka akan mengetahui jika ada potensi kelemahan yang bisa dieksploitasi. Anda tahu apa yang terjadi di Indonesia, di mana kita memiliki 1 menteri yang baru saja tertangkap karena kasus korupsi," ujar Sri Mulyani, Rabu (16/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan, pemerintah berupaya meraih kepercayaan masyarakat kembali usai kasus korupsi dari anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam situasi pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, ia menegaskan dalam situasi darurat bukan berarti para pemangku kebijakan tidak transparan dan akuntabel.

"Ini adalah situasi yang extraordinary, Anda harus bekerja cepat, ini situasi darurat yang harus dihadapi. Tapi bukan berarti ketika situasi darurat Anda tidak melakukan konsultasi, tidak transparan, dan tidak akuntabel. Anda bisa dan harus cepat dalam memberikan respons," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Sri Mulyani mengatakan, transparansi wajib dilakukan karena pemerintah memiliki keterbatasan dalam penyempurnaan data, terutama untuk menyalurkan bantuan sosial (Bansos) dari program jaringan pengaman sosial yang merupakan bagian dari PEN.

"Jika meningkatkan anggaran jaringan pengaman sosial, akan selalu ada risiko kerugian, inclusion dan exclusion error. Tapi selama Anda terbuka, transparan, maka Anda tetap bisa menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Sebagai informasi, kasus korupsi dari anggaran penanganan COVID-19 baru saja menimpa Indonesia, dengan ditetapkannya Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap Bansos COVID-19 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Diduga Juliari Batubara menerima Rp 17 miliar dari program Bansos sembako untuk warga Jabodetabek sebesar Rp 600 ribu/bulan, yang dibagikan dalam dua paket Rp 300 ribu per 2 minggu. KPK menyebut Juliari meminta jatah Rp 10 ribu untuk setiap paket Bansos sembako itu.

Dalam penanganan pandemi Corona, pemerintah mengalokasikan anggaran PEN sebesar Rp 695,2 triliun. Anggaran tersebut tersebar ke enam klaster yang salah satunya program jaringan perlindungan sosial. Program ini mendapat alokasi anggaran Rp 204,9 triliun untuk tahun 2020. Sebagian dari anggaran tersebut, yaitu sebesar Rp 127,2 triliun merupakan anggaran Kementerian Sosial (Kemensos).

(dna/dna)

Hide Ads