Setoran Pajak Seret, APBN Tekor

Setoran Pajak Seret, APBN Tekor

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 22 Des 2020 05:30 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penerimaan pajak hingga November 2020 anjlok 18,6%, yakni sebesar Rp 925,3 triliun dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar Rp 1.136,1 triliun.

"Dalam hal ini terjadi penurunan 18,6% karena tahun ini kita baru mengumpulkan Rp 925 triliun dibandingkan tahun lalu yang Rp 1.136,1 triliun," kata dia dalam konferensi pers APBN, Senin (21/12/2020).

Target penerimaan pajak tahun ini berdasarkan Perpres 72/2020 adalah Rp 1.198,8 triliun. Jadi, realisasinya baru 77,2% dari yang ditargetkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika dirincikan, realisasi penerimaan PPh migas Rp 29,2 triliun. Kata Sri Mulyani, ini juga mengalami kontraksi dibandingkan tahun lalu.

"PPh migas mengalami kontraksi yang sangat dalam yaitu kita hanya mengumpulkan Rp 29,2 triliun, dibandingkan tahun lalu yang bulan November kita bisa mengumpulkan Rp 52,8 triliun. Itu artinya terjadi penurunan hingga 44,8%," paparnya.

ADVERTISEMENT

Sedangkan realisasi pajak non migas adalah Rp 896,2 triliun atau atau turun 17,3% dibandingkan November tahun lalu yang terkumpul Rp 1.083,3 triliun.

Rincian pajak non migas, yakni PPh non migas Rp 492,6 triliun, pajak pertambahan nilai Rp 378,8 triliun, pajak bumi dan bangunan Rp 19,1 triliun, dan pajak lainnya Rp 5,7 triliun.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu turut membeberkan bahwa APBN mengalami defisit. Penjelasannya di halaman selanjutnya.

Sri Mulyani mengungkapkan defisit APBN 2020 per November mencapai Rp 883,7 triliun atau 5,6% terhadap PDB. Sedangkan pendapatan negara mencapai Rp 1.423 triliun atau 63,7% dari target APBN.

"Bulan November ini kita sudah mengalami keseimbangan primer defisit di Rp 582,7 triliun. Sedangkan total dari defisit adalah Rp 883,7 triliun," tuturnya.

Defisit APBN terjadi karena belanja negara lebih besar daripada pendapatan. Belanja negara tercatat Rp 2.306,7 triliun sedangkan pendapatan negara Rp 1.423 triliun.

"Angka keseimbangan primer yang menurun atau defisit besar maupun defisit secara keseluruhan Rp 883 triliun menunjukkan kenaikan defisit yang sangat besar dibandingkan tahun lalu. Ini yang menggambarkan bagaimana COVID-19 mempengaruhi ekonomi dan keuangan negara," katanya.

Sri Mulyani melanjutkan, sampai dengan November sudah melakukan pembiayaan anggaran mencapai Rp 1104,8 triliun. Angka ini naik drastis dibandingkan tahun lalu Rp 421 triliun.

"Ini agak di atas dari Perpres 72 yang sebesar Rp 1.039 triliun atau dalam hal ini terjadi kenaikan 162% dibandingkan tahun lalu yang pembiayaannya adalah sebesar Rp 421 triliun. Dan oleh karena itu sampai dengan November ini kita mendapatkan atau masih memiliki Silpa sebanyak Rp 221,1 triliun," tambahnya.


Hide Ads