Para investor dibuat heboh dengan adanya kebijakan baru mengenai bea materai Ro 10 ribu untuk transaksi surat berharga. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai saat ini banyak yang salah paham terkait kebijakan itu.
Sri Mulyani menjelaskan kebijakan yang merupakan buntut dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai adalah pengenaan bea materai untuk dokumen elektronik.
"Dan ini tujuannya adalah supaya ada kesetaraan terhadap dokumen elektronik maupun konvensional, semuanya sama perlakukan di dalam pengenaan bea materai," terangnya dalam konferensi pers virtual, Senin (21/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pengenaan bea materai nantinya hanya dikenakan kepada dokumen. Sehingga pengenaan bea materai ditetapkan terhadap setiap trade confirmation (TC) bukan untuk setiap transaksi. Menurutnya hal itu banyak salah ditangkap terutama untuk investasi saham.
"Karena yang muncul hari ini terutama terkait saham, seolah-olah setiap transaksi saham akan dikenakan bea materai. Padahal itu bukan pajak dari transaksi tapi pajak atas dokumennya. Nah di dalam bursa saham bea materai ini dikenakan atas TC, atau konfirmasi perdagangan yang merupakan dokumen elektronik yang diterbitkan secara periodik yaitu harian atas keseluruhan transaksi jual beli di dalam periode tersebut," terangnya.
Sri Mulyani juga menegaskan pengenaan bea materai terhadap dokumen transaksi surat berharga itu akan mempertimbangkan batas kewajaran nilai. Sehingga tidak akan menekan minat generasi milenial yang saat ini tengah bergairah untuk belajar investasi.
"Karena banyak sekarang ini sudah bereaksi seolah-olah, terutama para milenial yang sedang belajar investasi saham. Saya senang generasi milenial sangat sadar terhadap investasi. Kita senang mereka melakukan investasi saham maupun surat berharga ritel yang diterbitkan pemerintah selama ini. Jadi kita tidak berkeinginan menghilangkan minat maupun tumbuhnya para investor terutama generasi baru," tegasnya.
Dia menjamin pemerintah akan mempertimbangkan batas kewajaran dalam pengenaan bea materai terhadap dokumen TC itu. Sri Mulyani pun berharap masyarakat tidak perlu bereaksi berlebih atas kebijakan baru tersebut.
Lagi pula dia memastikan pengenaan bea materai untuk dokumen online dipastikan belum akan berlaku 1 Januari 2020. Baca di halaman berikutnya.
Sri Mulyani memastikan, penerapan bea materai terhadap dokumen transaksi surat berharga itu tidak akan tepat waktu. Sebab banyak persiapan yang harus dilakukan.
"Saat Direktorat Jenderal Pajak saya instruksikan untuk melakukan penyusunan atas bea materai ini. Termasuk skema pengenaan bea materai atas dokumen elektronik yang menggunakan materai elektronik," terangnya.
Dia menerangkan pada dasarnya pengenaan bea materai untuk dokumen transaksi surat berharga ini adalah untuk menyetarakan kebijakan pengenaan bea materai untuk dokumen baik konvensional maupun elektronik. Nah dokumen transaksi surat berharga bersifat elektronik yang belum dikenakan bea materai.
Untuk penerapanya dibutuhkan materai dalam wujud elektronik. Oleh karena itu dibutuhkan waktu untuk membuat wujub materai dalam bentuk elektronik hingga proses distribusi dan pembeliannya.
"Nah karena materai elektronik ini belum ada, maka kami sekarang sedang menyiapkan infrastrukturnya, yaitu membuat bentuknya, elektronik materai, distribusinya dan infrastruktur untuk penjualannya yang harus dilakukan persiapan. Dan ini mungkin 1 Januari belum akan dilakukan karena persiapannya membutuhkan waktu," kata Sri Mulyani.