Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah mulai mendekati Rp 6.000 triliun per akhir November 2020. Jumlah tepatnya sudah mencapai Rp 5.910,64 triliun atau naik Rp 32,93 triliun dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 5.877,71 triliun.
Jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019, jumlah utang pemerintah naik Rp 1.096,34 triliun. Adapun, total utang pemerintah pada November tahun lalu sebesar Rp 4.814,3 triliun.
"Hal ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat COVID-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional," demikian dikutip dari APBN KiTa, Kamis (24/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sri Mulyani Bicara soal Sumber Utang RI |
Dengan jumlah yang mencapai Rp 5.910,64 triliun, maka utang pemerintah per akhir November 2020 setara 38,13% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut terbilang masih aman jika mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 yang mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah sebesar 60% dari PDB.
Jika dilihat lebih rinci, jumlah utang pemerintah yang mencapai Rp 5.910,64 triliun ini terdiri dari pinjaman sebesar Rp 825,59 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.085,04 triliun.
Khusus pinjaman yang mencapai Rp 825,59 triliun, terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 11,55 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 814,05 triliun. Pinjaman luar negeri di sini terdiri dari bilateral sebesar Rp 311,31 triliun, multilateral sebesar Rp 460,32 triliun, commercial banks sebesar Rp 42,42 triliun, dan suppliers nihil.
Sedangkan yang utang pemerintah yang berasal dari SBN terdiri dari pasar domestik sebesar 3.891,92 triliun dan SBN valas sebesar Rp 1.193,12 triliun.
"Utang pemerintah pusat semakin didominasi utang dalam bentuk SBN, hingga akhir November 2020 mencapai 83,9% dari total komposisi utang. Hal ini menggambarkan upaya pendalaman pasar dan kemandirian pembiayaan," tulis APBN KiTa.
(hek/dna)