PT Krakatau Steel (Persero) Tbk baru saja menandatangani Perjanjian Penerbitan Obligasi Wajib Konversi (OWK) sehubungan investasi pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau (PT SMI) selaku pelaksana investasi.
Penandatangan dilakukan Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dan Direktur Operasional dan Keuangan SMI Darwin Trisna Djajawinata di Kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.
Berdasarkan Perjanjian Penerbitan OWK tersebut, Krakatau Steel berencana untuk melakukan penerbitan OWK yang akan dikonversi dengan saham baru melalui mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) dalam rangka memperbaiki posisi keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nilai OWK yang diterbitkan sebesar Rp 3 triliun dengan masa jatuh tempo (tenor) selama 7 tahun. Krakatau Steel telah memperoleh persetujuan atas rencana transaksi tersebut dari pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 24 November 2020 lalu.
"Dengan adanya dukungan dana ini, kami berharap operasional industri hilir dan industri pengguna dapat terpulihkan seperti sedia kala. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga pasar baja dalam negeri, karena jika pasar yang sebelumnya dipenuhi oleh produk Krakatau Steel tidak dapat dipasok, maka akan berpeluang dimasuki oleh produk impor," ungkap Silmy dalam keterangannya, Senin (28/12/2020).
Dia mengatakan, industri baja terpukul karena pandemi COVID-19. Hal itu membuat kegiatan operasional dan produksi di industri baja hulu, industri baja hilir dan industri pengguna pada awalnya mengalami penurunan sebesar 30%-50% karena rendahnya permintaan serta kemampuan modal kerja yang terbatas.
"Pada Q1 2020 permintaan terhadap berbagai macam produk baja seperti HRC, CRC, wire rod, baja lapis seng, dan baja lapis aluminium seng mengalami penurunan dengan kisaran sebesar 10-50%. Akibat penurunan permintaan ini banyak operasional industri baja terpukul dan kesulitan cashflow," jelas Dirut Krakatau Steel tersebut.
Apabila kondisi ini berlangsung secara berkepanjangan, maka terdapat potensi produsen hilir dan produsen pengguna menutup lini produksinya karena rendahnya utilisasi produksi yang menyebabkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan juga masuknya produk impor untuk menggantikan suplai baja domestik.