Heboh Kasus Jouska Rugikan Nasabah hingga Dituntut Miliaran Rupiah

Kaleidoskop

Heboh Kasus Jouska Rugikan Nasabah hingga Dituntut Miliaran Rupiah

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 29 Des 2020 16:05 WIB
CEO Jouska Aakar Abyasa Fidzuno menyatakan telah mencapai kesepakatan damai. Uang untuk damai ini digelontorkan senilai Rp 13 miliar.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Kasus Jouska Indonesia menjadi sorotan publik pada pertengahan tahun ini. Bahkan, masalah tersebut belum selesai hingga sekarang.

Masalah Jouska Indonesia mencuat karena perbincangan warga dunia maya khususnya Twitter. Perencana keuanganini disebut menyalahi aturan sehingga merugikan nasabahnya.

Diawali dengan beberapa kliennya yang mengeluhkan portofolio investasinya merugi. Hal itu lantaran Jouska Indonesia ternyata turut serta mengelola dana investasi kliennya di pasar modal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chairman & President Asosiasi Perencana Keuangan IARFC (International Association of Register Financial Consultant) Indonesia Aidil Akbar Madjid menjelaskan tugas dan fungsi perencana keuangan hanya membuat perencanaan investasi dan mengedukasi kliennya.

"Jadi financial planner tidak boleh mengelola dana nasabah. Karena kalau mau mengelola dana nasabah harus memiliki izin khusus," ujarnya kepada detikcom, 22 Juli 2020 lalu.

ADVERTISEMENT

Memang mengelola dana nasabah hingga melakukan transaksi di pasar modal dan instrumen lainnya merupakan fungsi dari manajer investasi. Namun harus memiliki sertifikat wakil manajer investasi (WMI). Sementara untuk perorangan harus memiliki sertifikat Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE)

"Kalau pun punya itu dia nyantolnya kemana, karena untuk punya izin WMI dan WPPE harus nyantol ke perusahaan efek bisa ke MI atau sekuritas," terangnya.

Sementara perencana keuangan adalah independen dan firmanya adalah perencana keuangan yang tidak terikat atau terafiliasi dengan institusi atau produk keuangan manapun. Jika dia berlaku mengelola dana nasabahnya maka dia sudah tidak independen.

"Pertanyaannya dia independen atau pengelola dana? Dua-duanya salah. Kalau ngaku independen salah, kalau pengelola dana ya lebih salah lagi. Karena perencana keuangan dari dulu diwanti-wanti kita tidak boleh mengelola dana atau melakukan trading nasabah meskipun diberikan kuasa penuh," tegasnya.

Aidil juga menegaskan, perencana keuangan dalam memberikan perencanaan kepada nasabah harus sesuai dengan profil risiko dari nasabah, tujuan keuangan, jangka waktu pencapaian. Setiap nasabah memiliki profil risiko yang berbeda, sehingga tidak serta merta semua nasabah akan berinvestasi atau harus berinvestasi pada produk keuangan dan produk investasi, apalagi investasi pada saham baru IPO.

"Lalu dia beli saham-saham IPO, itu kan saham belum jelas, laporan keuangannya belum ada. Itu saham IPO biasanya dibeli oleh pemain yang memang spekulan atau trader, seorang nasabah nggak ngerti saham terus dibelikan saham IPO ya nggak bisa lah. Kalau seperti itu profil risikonya harus super agresif," katanya.

Jouska Buka Suara

CEO PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska) Aakar Abyasa Fidzuno pernah buka suara terkait tudingan melampaui kewenangan dengan mengelola dana bahkan melakukan transaksi saham klien. Aakar mengatakan, pihaknya tak pernah melakukan transaksi jual beli saham atas nama Jouska.

"Seluruh advisor dan karyawan Jouska tidak mempunyai akses ke rekening dana nasabah, username, password aplikasi trading saham klien. Hanya ada dua pihak yang memiliki akses ke RDN, username dan password yaitu klien itu sendiri dan broker saham," katanya dalam teleconference, Selasa (1/9/2020).

Dia mengatakan, tuduhan klien bahwa rekening saham diakses dan diperjualbelikan Jouska ialah tidak benar. Menurutnya, yang terjadi ialah saham klien ditransaksikan oleh broker dalam hal ini PT Mahesa Strategis Indonesia. Dia bilang, transaksi itu berdasarkan surat kesepakatan bersama antara klien dan Mahesa.

"Yang terjadi adalah broker dalam hal ini di Mahesa mentransaksikan jual beli saham klien atas kesepakatan tertulis surat kuasa dari klien itu sendiri dalam surat kesepakatan bersama antara klien dengan Mahesa bukan dengan Jouska," ujarnya.

Terangnya,Jouska sendiri memiliki 3 izin usaha yakni lembaga pendidikan lainnya, manajemen konsultasi dan pengelolaan data. Ia melanjutkan, Jouska dan Mahesa merupakan dua entitas yang berbeda. Serta, tidak memiliki perjanjian kerja sama.

"Mahesa adalah semacam klub broker trading berisi broker-broker saham yang berlisensi dimana saya pemegang saham mayoritas artinya mayoritas pasif artinya selama ini saya tidak aktif terlibat operasional Mahesa," terangnya.

Ia menambahkan, yang menjadi masalah ialah advisor Jouska terbiasa menjadi perantara antara klien dan pihak ketiga.

"Ini adalah sebuah kesalahan dan kelalaian dari saya sebagai CEO Jouska di mana saat klien bertambah dengan cepat ada SOP dalam berkomunikasi dengan klien yang tidak tepat yang perlu kami perbaiki," terangnya.

"Karena terlalu intensnya komunikasi antara advisor Jouska dengan klien termasuk membantu klien komunikasi dengan pihak ketiga, termasuk di dalamya kaitannya portofolio saham klien, membuat klien menyamakan Mahesa adalah Jouska," ungkapnya.

Dituntut Rp 64 Miliar

Belakangan, permasalahan tersebut malah melebar. Jouska dan bosnya Aakar Abyasa Fidzuno dituntut oleh sejumlah klien.

Kantor hukum Munde Herlambang & Partners mewakili 45 orang eks klienJouskamenyatakan telah mendaftarkan gugatan melawan hukum melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (18/11). Gugatan tersebut telah diterima dengan register perkara No.676.Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst pada 19 November 2020.

Eks klien ini menggugat pemilik sekaligus Direktur Utama PT Jouska Financial Indonesia, Aakar Abyasa Fidzuno. Selain itu, eks klien juga menggugat beberapa perusahaan sekuritas.

Dalam keterangannya, Kamis (19/11/2020) para penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap:

1. Aakar Abyasa Fidzuno sebagai tergugat I
2. Caroline Himawati Hidajat tergugat II
3. Josephine Handayani Hidajat tergugat III
4. Chrisne Herawati tergugat IV
5. PT Phillip Sekuritas Indonesia tergugat V
6 PT Sentral Mitra Informatika Tbk tergugat VI
7. PT Amarta Investa Indonesia tergugat VII
8. PT Jouska Finansial Indonesia tergugat VIII
9. PT Mahesa Strategis Indonesia tergugat IX
10. PT MNC Sekuritas tergugat X

Lebih lanjut, dalam keterangan itu dijelaskan, PT Jouska Financial Indonesia (tergugat VIII) melalui pemilik sekaligus direktur utama Aakar Abyasa mengarahkan para penggugat dan bahkan memanfaatkan rekening para penggugat melalui tergugat VII dan/atau IX yang bekerja sama dengan tergugat V dan/atau X untuk melakukan pembelian secara masif saham PT Sentra Mitra Informatika Tbk (tergugat VI) dengan kode saham LUCK.

"Pembelian saham secara masif tersebut mengakibatkan harga saham PT Sentra Mitra Informatika Tbk (tergugat VI) dengan kode emiten LUCK meningkat signifikan akibat dari hukum ekonomi yang secara dengan sengaja diciptakan oleh tergugat I di mana banyaknya permintaan tentu meningkatkan harga jual dan bukan dari valuasi atau penilaian keadaan keuangan/aset/prospektus dari perusahaan tergugat VI sendiri, atau dengan istilah yang lebih umum di masyarakat dikenal dengan perbuatan 'menggoreng saham'," bunyi keterangan tersebut.

Kemudian antara tergugat I selaku pemegang saham sekaligus komisaris PT Amarta Investa Indonesia (tergugat VII) dan/atau PT Mahesa Strategis Indonesia (tergugat IX) dengan Caroline (tergugat II), Josephine (tergugat III) dan Christine (tergugat IV) selaku pemegang saham PT Sentra Mitra Informatika telah menandatangani perjanjian melawan hukum untuk bekerja sama memanipulasi harga di bursa saham dan menggerakkan pembelian secara masif melalui pemanfaatan informasi yang belum terpublikasi mengenai saham tersebut demi keuntungan pribadi masing-masing pihak.

Sementara, peran tergugat V dan/atau tergugat X selaku perusahaan sekuritas tempat para penggugat membuka dan menyimpan dana dalam bentuk rekening dana investor (RDI) diduga memberikan akses atau bekerja sama dengan PT Amarta Investa Indonesia (tergugat VII) dan/atau PT Mahesa Strategis Indinesia (tergugat IX) yang tidak memiliki izin untuk manajer investasi, dalam rangka melakukan transaksi jual beli saham LUCK tanpa persetujuan dan sepengetahuan serta konfirmasi penggugat.

"Para klien meminta ganti kerugian materil sebesar Rp 41.648.727.743 dan kerugian immaterial sebesar Rp 22.500.000.000 serta meminta agar aset-aset para tergugat disita oleh pengadilan," bunyi keterangan ini lebih lanjut.

Dengan demikian, total ganti rugi yang diminta klien sekitar Rp 64 miliar.


Hide Ads