RI Jadi Produsen Tahu Tempe yang Kecanduan' Impor Kedelai, Kok Bisa?

RI Jadi Produsen Tahu Tempe yang Kecanduan' Impor Kedelai, Kok Bisa?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 03 Jan 2021 19:59 WIB
Pekerja tengah menyelesaikan proses pembuatan tahu di Jakarta. Harga kedelai lokal mulai mengalami kenaikan dari harga Rp 6.500 sekarang sudah mencapai Rp 7000.
Foto: Grandyos Zafna.
Jakarta -

Kedelai menjadi salah satu komoditas yang hingga kini banyak diimpor ke Indonesia. Ketergantungan impor ini pun menjadi masalah bagi para perajin tempe dan tahu saat harga kedelai global mengalami kenaikan.

Menurut Kasubdit Kedelai Direktorat Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Mulyono, pemerintah memang tak bisa banyak menahan arus impor kedelai. Pasalnya kedelai tidak masuk dalam komoditas berlabel lartas alias pelarangan dan pembatasan.

Mulyono mengatakan impor kedelai akan masuk kapan saja dan berapapun banyak volumenya tanpa perlu rekomendasi dari pihak manapun, termasuk Kementan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Importasi kedelai termasuk komoditas non-Lartas berarti bebas masuk kapan saja dan berapapun volumenya, dan tidak melalui rekomendasi Kementan," ujar Mulyono kepada detikcom, Minggu (3/1/2021).

Di sisi lain, produksi lokal juga tak bisa mendukung kebutuhan nasional kedelai. Pasalnya, petani kedelai makin berkurang jumlahnya.

ADVERTISEMENT

Harga jual panen di tingkat petani yang sangat rendah menjadi alasannya. Mulyono menjelaskan banyak petani kedelai justru beralih untuk menanam dan memproduksi komoditas lainnya, yang lebih menguntungkan.

Ditambah lagi, harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani yang dipatok Rp 8.500 per kilogram yang ditetapkan dalam Permendag no 7 Tahun 2020 tidak berjalan dengan baik di lapangan.

"Hambatannya, saat ini minat petani untuk menanam kedelai semakin berkurang. Hal ini dikarenakan harga jual panen di tingkat petani sangat rendah, sehingga petani beralih ke komoditas lain yang lebih menjanjikan," ujar Mulyono.

(dna/dna)

Hide Ads