Tempe dan tahu disebut sebagai makanan khas Indonesia, ironisnya bahan baku dua makanan tersebut justru masih banyak diimpor. Bahkan, para perajin tempe dan tahu sampai sekarang masih bertumpu pada kedelai impor.
Alhasil saat harga kedelai global meroket, perajin tempe dan tahu kebingungan. Bahkan, kini berujung dengan mogok produksi.
Dari data BPS yang dikutip detikcom, Minggu (3/1/2020), impor kedelai memang tak terbendung ke Indonesia. Sejak awal tahun hingga bulan Oktober 2020 saja, Indonesia sudah mengimpor kedelai sebanyak 2,11 ton dengan total transaksi sebesar US$ 842 juta atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari jumlah tersebut, tiga negara yang paling banyak mengekspor kedelainya menuju Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Malaysia.
Selama Januari-Oktober 2020, impor kedelai dari AS ke Indonesia jumlahnya mencapai 1,92 juta ton dengan nilai transaksi sebesar US$ 762 juta atau sekitar Rp 10,6 triliun.
Sementara itu, ada 190 ribu ton kedelai yang diimpor dari Kanada dengan jumlah transaksi mencapai US$ 77 juta. Lalu dari Malaysia, Indonesia mengimpor 6.342 ton kedelai, dengan total transaksi US$ 3 juta.
Baca juga: Tahu Tempe Menghilang di Tukang Gorengan |
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengaku harga kedelai saat ini naik karena perkembangan harga keledai di pasar global. Alhasil, harga keledai impor di Indonesia pun ikut naik.
Karena tak bisa menaikkan harga secara langsung, dia dan kawan-kawannya memilih untuk mogok produksi selama 3 hari.
"Lebih kurang 90% dari jumlah perajin tahu tempe (di Indonesia) mogok produksi. (Jumlahnya) 160.000 perajin," kata Aip ketika dihubungi detikcom, Sabtu (3/1/2021).
(dna/dna)