Keputusan pemerintah memberlakukan pembatasan baru aktivitas masyarakat berdampak pada proses pemulihan ekonomi nasional. Pembatasan diberlakukan khususnya di Jawa dan Bali mulai tanggal 11-25 Januari 2020.
Pembatasan itu dilakukan usai peningkatan jumlah kasus di Indonesia yang semakin tinggi dan adanya varian baru virus Corona.
"Pemulihan ekonomi nasional akan tergantung pada kecepatan pemerintah dan masyarakat mengatasi pandemi COVID-19. Dengan angka korban COVID-19 yang tumbuh meningkat dan pembatasan kegiatan ekonomi semakin ketat, tentunya pemulihan ekonomi nasional akan berjalan lambat," kata pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Ninasapti Triaswat saat dihubungi detikcom, Rabu (6/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad. Dia menilai pemulihan ekonomi nasional belum bisa terjadi pada tahun 2021 saat ada pembatasan baru. Menurut dia, proses pemulihan ekonomi sampai pada titik normal baru terjadi di tahun 2022. "Akan mundur lagi ke 2022, akan sulit, nggak mungkin lah 5,06% di tahun 2021," kata Tauhid.
Beratnya pemulihan ekonomi nasional di tahun 2021, kata Tauhid karena Jawa dan Bali memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Dengan adanya pembatasan baru ini, Tauhid justru menilai kebijakan tersebut berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi nasional kembali negatif di kuartal I-2021.
"Ini jauh lebih berat, kalau pembatasan ini katakan di Jawa-Bali, Jawa-Bali itu kan menyumbang lebih dari sekitar 60% PDB nasional. Jadi kalau Jawa-Bali diperketat (pembatasan baru) otomatis menurunkan pertumbuhan ekonomi dan memperberat pemulihan ekonomi nasional di 2021," katanya.
"Penurunan ini di kuartal I-2021 bisa saja terjadi seperti kemarin di kuartal II-2020," tambahnya.