Pengelola mal yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memprotes pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di sebagian wilayah Pulau Jawa dan Bali.
Ketua APPBI DPD Jakarta Ellen Hidayat menuturkan bahwa pengelola mal dan penyewa toko (tenant) sudah mengalami kerugian yang sangat parah sepanjang 2020.
"Kerugian pengelola pusat belanja selama tahun 2020 sudah sangat parah, demikian pula para tenant-nya," kata dia melalui keterangan tertulis yang dikutip detikcom, Jumat (8/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan APPBI DKI memiliki 82 anggota, dan mereka sudah mengalami pasang surut sejak Maret 2020.
"Berbagai macam PSBB yang menyasar kepada pusat belanja beserta tenant-nya sudah dimulai sejak pertengahan April 2020 sampai sekarang, bahkan akan ada perketatan lagi yang baru saja diumumkan pemerintah yang disebut PPKM," sebutnya.
Kata dia, kenaikan jumlah penderita COVID-19 disebabkan kebijakan libur panjang yang tidak terkendali. Namun pusat belanja DKI yang jadi korbannya. Padahal selama ini mal diklaimnya bukan menjadi klaster COVID-19.
"Sekali lagi kena dampak dengan adanya pembatasan penutupan mal pada jam 19.00 dan juga kapasitas resto yang diijinkan hanya 25%," sebutnya.
Dari pantauan pihaknya, pengunjung pusat belanja sangat kooperatif dan mengerti tata cara protokol kesehatan yang harus diikuti ketika berkunjung ke mal.
Dia mengatakan selama ini pusat belanja sudah sigap, tertib, dan patuh, hingga bersedia mengeluarkan dana untuk berbagai peralatan untuk menunjang protokol kesehatan. Itu yang membuat pusat belanja bukan merupakan klaster COVID-19.
"Tetapi tetap saja bila ada peraturan baru yang terbit, maka pusat belanja kembali lagi menjadi obyek yang harus bersedia menerima berbagai keputusan dan menanggung kerugian akibat merebaknya penderita COVID-19 lagi," jelas Ellen.
Dirinya pun menggambarkan bahwa jumlah masyarakat ke pusat belanja pada akhir tahun 2020 sangat landai, rata-rata traffic pengunjung hanya sekitar 40%, sementara yang diizinkan di DKI adalah 50%. Hal itu juga disebabkan mal yang hanya diperbolehkan beroperasi sampai pukul 7 malam, sehingga masyarakat enggan ke pusat belanja.
"Selama ini salah satu daya tarik pusat belanja adalah adanya berbagai F&B yang bervariasi dan dine-in concept. Namun dengan adanya batasan resto hanya 25% dan perkantoran harus WFH 75%, maka dapat dipastikan traffic ke pusat belanja yang saat ini baru mencapai 40% akan turun lagi," tambahnya.
(toy/dna)