Dukung PSBB Ketat, Banggar Minta Pemerintah Genjot Tes dan Tracing

Dukung PSBB Ketat, Banggar Minta Pemerintah Genjot Tes dan Tracing

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 09 Jan 2021 17:45 WIB
Antrean panjang kendaraan terlihat di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, saat sore hari. Kemacetan itu terjadi di tengah penerapan PSBB ketat di Ibu Kota.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Pemerintah menetapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) mulai 11 Januari - 25 Januari 2021. Hal ini diharapkan bisa menekan penyebaran COVID-19 yang kasusnya terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Ketua Badan Anggaran MH Said Abdullah meminta pemerintah untuk menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total sejak 11-31 Januari 2021 untuk Kabupaten/Kota se Jawa dan Bali yang positif rate nya di atas 5%.

Dia menyebutkan tren kenaikan kasus positif selama dua minggu terakhir sangat mengkhawatirkan dan membahayakan.

"Saat ini kita memasuki tahun keprihatinan nasional di bidang kesehatan dan ekonomi. Pandemi ini harus ditangani secara gotong royong, pemerintah bersama rakyat harus bahu-membahu memutus rantai penyebaran virus ini," kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/1/2021).

Said menjelaskan COVID-19 ini menunjukkan tren ke arah yang mengkhawatirkan untuk ekonomi dan kesehatan, karena itu PSBB total dan ketat mutlak harus diterapkan

"Dengan pemberlakuan kebijakan PSBB bersifat total maka tidak ada lagi aktivitas perkantoran, hotel, wisata, restoran dan belajar mengajar secara konvensional. Semuanya dilaksanakan secara daring," jelasnya.

Dia menambahkan protokol kesehatan COVID-19 harus ketat dan diawasi langsung oleh aparat penegak hukum. Untuk itu kata Said pemerintah harus menjamin kebutuhan pangan pokok sehari-hari rakyat yang termasuk kategori sangat miskin dengan merujuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada wilayah yang ditetapkan PSBB Total.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Badan Anggaran DPR akan memberikan dukungan penuh agar seluruh kebutuhan anggaran untuk menjalankan kebijakan ini berjalan dengan baik, lancar dan sukses," ujar dia.

Lebih lanjut,Said juga mengingatkan pemerintah agar jumlah test, tracing, dan isolasi harus dengan manajemen yang baik. Hal ini penting, mengingat, rasio test per 1 juta penduduk masih sangat rendah, yakni hanya 27.799 ribu.

Angka ini kalah jauh di bandingkan dengan dengan India yang menempati peringkat kedua dunia dari total kasus. Namun rasio test COVID-19 mencapai 128.623 orang per 1 juta penduduk.

"Kita juga kalah jauh dengan negara tetangga kita seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, bahkan kita kalah dengan Myanmar," ujar dia.

Dia meminta pemerintah untuk meningkatkan test menjadi Rp 1 juta penduduk dengan konsisten. Kemudian meningkatkan manajemen tracing dan memobilisasi seluruh sumber daya, termasuk memastikan pengawasan isolasi pasien COVID-19 terutama OTG.

ADVERTISEMENT

Pemerintah tegas Said harus memastikan tidak saja kesediaan jumlah vaksin dan tenaga vaksinasi serta perlatan serta operasionalnya, lebih dari itu kemampuan vaksin bekerja dengan baik. Setidaknya probalitasnya diatas 90% dari seluruh populasi imunitasnya bekerja dengan baik setelah divaksin. Hal ini sekaligus memastikan kekebalan kawanan (herd immunity) berjalan dengan baik.

Sebab bila imunitas vaksin tidak maksimal, sementara vaksinasi diharapkan sebagai tonggak atau harapan kenormalan hidup paska pandemi. "Dan untuk menjalankan ini harus dengan ongkos anggaran yang besar, apabila gagal kitaterancam kehilangan banyak hal, sumber daya, waktu, dan nyawa rakyat," terangnya.

Said juga menambahkan pemerintah sebaiknya mengedepankan komunikasi publik yang terbuka, transparan dan bersifat partisipatif dalam penanganan COVID-19. Sebab hal itu menjadi fondasi kepercayaan bagi banyak pihak, khususnya para pelaku usaha, sehingga dasar kebijakan itu benar-benar dapat dijadikan acuan mereka menyusun rencana usaha, tidak menghadapi ketidakpastian yang berlarut-larut.

Politisi asal Sumenep ini menyebut DPR telah menyetujui dan mendukung anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020 sebesar Rp 695 triliun. Untuk menyediakan Anggara sebesar ini, DPR menyetujui pula pelebaran defisit APBN yang semula dibatasi maksimal 3% PDB menjadi lebih dari 3% PDB.

Hal ini tertuang dalam Undang Undang No 2 tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Atas dasar Undang Undang tersebut, APBN 2020 defisit menjadi 6,3%, meskipun realisasinya mencapai 6,09%.

Kebijakan ini tambah Said harus dibayar mahal dengan menambah porsi utang.Sebab dalam situasi ekonomi terkontraksi bahkan resesi tidak memungkinkan untuk mengandalkan penerimaan perpajakan seperti saat sebelum pandemi.

Untuk menopang Program PEN 2020 DPR menyetujui kebijakan untuk menaikkan utang pemerintah, bila tahun 2019 total utang pemerintah sebesar Rp. 4.778,6 triliun (29,8% dari PDB), total utang pada tahun 2020 naik menjadi Rp. 5.877,1 triliun (37,8 % PDB).

"Semua ini kita tempuh agar pemerintah memiliki kecukupan amunisi untuk menjalankan PEN 2020, khususnya dalam penanganan dan pengendalian COVID-19. Sebab dengan keberhasilan penanganan COVID-19 akan menjadi pijakan penting untuk memastikan keselamatan dan kesehatan rakyat," imbuh dia.


Hide Ads