Sebelumnya Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengungkapkan faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia akibat lonjakan permintaan kedelai dari China kepada AS selaku eksportir kedelai terbesar dunia.
Pada Desember 2020, permintaan kedelai China naik 2 kali lipat dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan AS, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.
"Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah, mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan terbatas. Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang," jelas Suhanto.
Sekadar informasi sejak November 2013 hingga Februari 2020 harga Rp 7.500/kg. Itu berarti selama 7 tahun harganya stabil. Gonjang ganjing baru terjadi saat pandemi COVID-19 Maret 2020 ketika China memborong kedelai Amerika dan terjadi gangguan pengiriman kapal karena lockdown atau physical distancing.
Akibatnya, stok atau pasokan kedelai di pasaran terbatas. Apalagi harga kedelai di Bursa Chicago biasanya US$ 9/gantang menjadi US$ 13/gantang (1 ton=36 gantang). Dampaknya, harga kedelai di Indonesia pun merangsek dari Rp 8.000-an/kg ke angka Rp 9.000-an/kg sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, perkembangan harga kedelai di Indonesia selama November 2019 - Juli 2020, lebih banyak dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Nilai kurs Rupiah terhadap Dollar AS relatif stabil, bahkan menguat sejak awal Agustus 2020. Sayangnya, harga kedelai di pasar global meningkat tajam sejak Agustus 2020 yang berdampak pada kenaikan harga kedelai di Indonesia.
Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, Sutaryo, mengatakan pemerintah telah melakukan operasi pasar di Sentra Semanan Jakarta pada Kamis (7 Januari 2021) sementara operasi di wilayah Jakarta Selatan telah dilakukan sejak Selasa (5 Januari 2021).
Sutaryo menuturkan kejadian ini bukan pertama kali. Tahun 2008 terjadi gejolak harga kedelai impor dari Rp3.300 ke Rp6.000 sehingga tukang tempe tidak produksi. Harga naik lagitahun 2013. Kini, pada 2020 terjadi kembali.Masalahnya sama, soal tidak adanya ketahanan pangan. Di sisi lain, pasar dunia mementingkan stok barang, supply & demand.
"Amerika senang kedelainya diborong oleh China. Kebutuhan kedelai China sekitar 90 juta ton per tahun, sedangkan Indonesia 2,6 juta ton setahun," jelas Sutaryo.
(kil/eds)